JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Setara Institute Hendardi meminta Presiden Jokowi menjelaskan lebih detail mengenai pernyataannya agar perwira TNI/Polri ikut mensosialisasikan pencapaian kinerja pemerintah.
Sebab, pernyataan tersebut kini justru menuai polemik dan kontroversi jelang Pilpres 2019.
"Tanpa penjelasan lebih detail, pernyataan Jokowi akan mengundang kontroversi yang justru akan melemahkan kepemimpinan Jokowi dalam menjaga integritas sistem ketatanegaraan. Jadi, sebaiknya Jokowi memberikan penjelasan lebih detail, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan baru di tahun politik," kata Hendardi melalui keterangan pers, Sabtu (25/8/2018).
Menurutnya, pernyataan itu mengingatkan publik pada doktrin Dwi Fungsi TNI/Polri di masa lalu, dimana dua intitusi negara itu digunakan oleh Soeharto sebagai garda terdepan dalam upaya memenangi kontestasi politik dan menjaga stabilitas keamanan.
Ditegaskan dia, permintaan Jokowi dalam batas-batas tertentu bisadikualifikasi sebagai pelanggaran UUD Negara RI Tahun 1945.
"Pada pasal 30 ayat (3) dan (4) UUD ditegaskan bahwa TNI adalah alat pertahanan negara, sedangkan Polri adalah aparat keamanan dan penegak hukum. Hubungan presiden dengan TNI dan Polri merupakan hubungan kenegaraan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara," jelas dia.
Hendardi melanjutkan, jika TNI dan Polri diminta mensosialisasikan kinerja pemerintah, maka TNI dan Polri bisa dianggap melanggar konstitusi.
Sebab, dua institusi tersebut bukanlah anggota kabinet yang berkewajiban mensosialisasikan kinerja pemerintah. Bahkan, untuk memastikan netralitas anggota, TNI/Polri hingga kini belum diberi hak pilih oleh perundang-undangan Indonesia.
"Makna netralitas TNI/Polri menuntut semua pihak untuk tidak sedikitpun menyeret dua institusi ini pada setiap hajatan politik republik. Mereka hanya ditugasi memastikan keamanan terjaga dan penegakan hukum yang adil," ungkapnya.
Meski demikian, lanjut dia, Presiden Jokowi kemungkinan punya maksud lain dengan pernyataan itu. Bisa jadi maksud utamanya adalah agar TNI/Polri menjaga kondusivitas dan stabilitas keamanan dengan memastikan hoax yang tersebar di tengah masyarakat terkait kinerja pemerintah haruslah diluruskan, karena bisa mengganggu stabilitas politik dan keamanan.
"Jadi permintaan ini dalam kerangka upaya penegakan hukum dan keamanan. Sebagaimana diketahui, materi hoax menjelang pemilu bukan hanya soal identitas SARA tetapi juga informasi capaian kinerja pemerintah yang dipalsukan dengan tujuan membangun kebencian pada presiden yang berkuasa," tandasnya. (Alf)