JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar TNI/Polri ikut mensosialisasikan kinerja pemerintah. Namun hal itu dianggap mengganggu netralitas kedua institusi tersebut di tahun politik.
Ihwal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Policy Studies Muhammad Tri Andika. Dijelaskannya, jika dilihat dalam UU TNI dan Polri, mensosialisasikan kinerja pemerintah, memang bukan termasuk tugas pokok TNI/Polri.
"Itu domainnya Kominfo, jubir presiden, dan humas tiap-tiap kementerian," terangnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
TNI/Polri, tegas dia, tidak dipersiapkan secara khusus untuk menangani tugas sosialisasi kinerja pemerintah.
"Ketika tidak ada keterampilan khusus, namun diberikan arahan di luar keterampilannya, jelas ini berbahaya. Bisa kemana-mana. Jadi, permintaan Presiden tersebut menurut saya sangat keliru," tandasnya.
Di tahun politik ini, menurutnya, pesan-pesan yang semestinya keluar dari Presiden kepada TNI/Polri, baiknya adalah pesan pengingat.
"Diingatkan untuk tetap menjaga netralitasnya. Bukan justru didorong untuk mensosialisasikan keberhasilan kinerja pemerintah," ujarnya.
"Khawatir persepsinya nanti disamakan dengan mendorong secara halus agar TNI/Polri untuk berkampanye. Ini bahaya bagi proses pemilu nanti. Kepercayaan masyarakat kepada TNI/Polri yang selama ini telah membaik, justru bisa berkurang," tambahnya.
Menurutnya lagi, Presiden Jokowi juga harus sensitif. Saat ini, dirinya bukan saja Presiden. Tapi juga bakal calon Presiden.
"Harus bisa membedakan, kapan dirinya jadi Presiden. Kapan dirinya jadi calon presiden. Ketika sebagai presiden, jangan terjebak pada kepentingan pragmatis sebagai calon presiden,” tutupnya.(yn)