Dalam sebuah diskusi ada yang mengutip Roosevelt yang menekankan fungsi pemimpin adalah mengeluarkan rakyat dari depresi yang mereka alami.Justru yang terjadi di negeri ini adalah kepemimpinan telah membuat masyarakat semakin tenggelam dalam depresi dan itu adalah bagian dari fenomena fir'aunisme. Kita tentu patut ragu kalau ada pemimpin mau mencelakakan dirinya sendiri dengan prestasi budukan seperti itu, prestasi mencelakakan dan bukannya membangkitkan untuk kemajuan dan kemenangan bagi rakyatnya.
Tetapi boleh jadi sebagian di antara pemimpin itu ada yang begitu naifnya, sehingga seolah membiarkan proses depresi dan depresiasi rakyat bisa terjadi tanpa kesadaran eklektisnya.
Sebenarnya letih juga rakyat ini, sejak orde baru, terlebih lagi sejak reformasi hingga kini, belum hadir kepemimpinan yang tidak membuat gaduh rakyatnya karena mereka gagal untuk all out berpihak pada rakyat sebagai sebuah entitas kebangsaan. Ketika dihadapkan pada lemahnya komitmen mereka dalam soal tersebut, mereka selalu mengalihkan pada tanggung jawab rejim sebelumnya. Padahal masih belum kering bibir mereka dari janji bahwa kalau terpilih mereka akan koreksi kelemahan rejim sebelumnya. Dan karena janji itulah mereka terpilih.
Jelas semua masalah lemahnya, dan bahkan khianatnya kepemimpinan ini, tidak terlepas dari kelemahan tata bangun negara kita, kelembagaan negara dan sistem relasinya, kelemahan alas konstitusionalnya paska amandemen yang tidak miliki suatu basis platform yang kokoh dan teruji di mana Pancasila berada di tengah magnit rujukan. Namun justru kelemahan itulah yang memerlukan sentuhan kepemimpinan nasional, khususnya Presiden.
Dan apa yang publik alami adalah justru masalah masalah itu berada dalam ruang beku yang tak dihiraukan dalam narasi dan argumentasi kepemimpinan kita. Yang riuh hanyalah narasi tentang potongan besi dan beton dari cerita tentang infrasktruktur yang menyimpan misteri tentang beban biaya pelayanan yang akan dipikul oleh masyarakat menghadapi watak pemerasan dan penghisapan dalam biaya dan tarifnya. Dan di balik kerangka infrastruktur itu sendiri ada potensi nyala api yang bisa membakar kedaulatan kita bila utang dalam pembangunannya tidak mampu dibayar akibat kebangkrutan yang dipicu oleh inefisiensi akibat perencanaan parsial dan nir akuntabilitas.
Lantas di manakah hakekat pembangunan yang sejati, yang mestinya menjadi basis pualam kepemimpinan yang mengeluarkan rakyat dari depresi dan kebangkrutan?.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #jokowi #prabowo-subianto