JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pemerintah berencana menaikkan pajak penghasilan (PPh) atas 900 barang konsumsi impor. DPR meminta pemerintah berhati-hati sebelum benar-benar merealisasikan rencana tersebut.
"Saya melihat itu adalah respons terhadap makin menipisnya cadangan devisa dan defisit transaksi berjalan. Itu juga mempertegas bahwa memang masalah mendasar pelemahan rupiah kita karena pengelolaan internal yang belum baik," kata Heri Gunawan Anggota Komisi XI DPR RI itu kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/08/2018).
Diungkapkannya, Instrumen pajak penghasilan (PPh) akan digunakan pemerintah untuk mengendalikan derasnya barang-barang impor yang selama ini menjadi penyebab defisit transaksi berjalan (CAD).
Melebarnya CAD membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.
Menurutnya, menaikkan PPh terhadap 900 barang konsumsi tentunya akan berdampak pada berkurangnya barang konsumsi impor yang akan masuk ke dalam negeri.
"Pada konteks ini, pemerintah harus berhitung betul dampaknya terhadap realisasi target penerimaan pajak tahun 2018 dan 2019 dengan adanya dampak penurunan PPn impor," kata Eks Wakil Ketua Komisi VI DPR itu.
Untuk diketahui, terang dia, target penerimaan perpajakan pada APBN 2018 ialah sebesar Rp1.618,1 triliun dan diproyeksikan terealisasi Rp1.548,5 triliun.
"Sementara pada RAPBN 2019, pemerintah menaikkan target penerimaan perpajakan menjadi Rp1.781 triliun. Dengan demikian, pemerintah harus benar-benar prudent," tandasnya.
Yang jadi pertanyaan, kata dia, apakah kebijakan tersebut dibarengi dengan kesiapan dari pemerintah.
"Pemerintah harus lebih berhati-hati mengidentifikasi komoditas impor apa saja yang benar-benar dapat diganti dengan produk dalam negeri. Kalau tidak, itu akan memberi dampak pada industri—terutama industri manufaktur yang menyumbang pajak besar," ungkapnya. (plt)