JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesumbar akan menjerat Partai Golkar dengan ancaman pidana korupsi korporasi, karena diduga menerima aliran dana korupsi PLTU Riau-1.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Yenti Ganarsih mengatakan, KPK akan kesulitan jika mengusut kasus korupsi kasus PLTU Riau-1 menggunakan korupsi korporasi.
Ia pun menyarankan sebaiknya KPK menggunakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang mengalir dana korupsi ke partai pohon beringin itu.
"Seharusnya KPK itu menelisik, yang korupsi itu kan bukan Partai Golkar tapi kan oknum. Lalu, oleh oknum itu dialirkan dana ke partai, seharusnya KPK itu menggunakan TPPU bukan pakai korupsinya, karena menurut saya partai tidak melakukan korupsi," kata Yenti kepada TeropongSenayan, Senin (17/8/2018).
Yenti melanjutkan, Partai Golkar telah menerima aliran dana secara pasif sehingga bisa dijerat bagi pengurus-pengurus yang telah menerima hasil korupsi tersebut meski sudah dikembalikan ke KPK.
"Disalurkan menerima pasif, harus kena partai itu bisa dijerat juga UU TPPU yang menghadiri itu siapa, nanti yang dijatuhkan hukuman itu bisa saja pengurus-pengurusnya," jelas pakar TPPU itu.
Diketahui, sebelumnya tersangka korupsi PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menyatakan ada sejumlah uang korupsi yang ia berikan kepada Golkar untuk keperluan Munaslub pada Desember 2017. Jumlahnya mencapai Rp 2 miliar.
Uang tersebut merupakan sebagian dari jatah yang diterimanya dari tersangka lain yang bernama Johannes Budisutrisno Kotjo.
Eni diduga mendapat jatah itu karena turut memuluskan pengurusan pembangunan Proyek PLTU Riau-1 kepada pihak konsorsium Blackgold yang sahamnya dimiliki Kotjo.
Wanita yang menjabat Ketua Komisi VII DPR RI ini diduga dijanjikan Kotjo mendapat uang sebesar 1,5 juta dolar AS atas bantuan yang diberikannya. Selain itu, KPK juga telah menahan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dalam kasus yang sama. (Alf)