Opini
Oleh ; Iswandi Syahputra (Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga) pada hari Selasa, 09 Okt 2018 - 16:45:01 WIB
Bagikan Berita ini :

"Al-fatekah Jokowi"

26iswandi.jpg.jpg
Iswandi Syahputra (Sumber foto : Ist)

Hari Jum'at, pada bulan Juni 1992 pertama kali saya tiba di Yogyakarta. Masuk waktu sholat Jum'at, saya beranjak menuju mesjid Diponegoro, Demangan Yogyakarta. Tidak ada yang aneh... hingga imam sholat Jum'at membaca surat _Al-Fatihah_ dengan lafaz yang aneh dan janggal di telinga saya.

_Al-hamdu lillahi rabbil ngalamin_ (skrip bahasa Arab-nya: ????? ??? ??? ????????)

Kata *ngalamin* ini sangat mengejutkan dan mengagetkan saya. Sholat pun jadi tidak khusyu'.

Saya ajak beberapa teman sesama alumni MAPK Padang Panjang mendiskusikannya. Diskusi buntu hingga seorang senior yang sudah lama menetap di Yogya saat itu berkata,

"Lidah orang Jawa memang seperti itu, tidak ada unsur sengaja melecehkan ayat suci. Sambil bercanda dia berujar, sama seperti orang Minang yang sulit surat Al-Ankabut karena terbiasa dengan lafaz Al-Ankabuik".

Saya tersenyum...

Kemudian teringat dengan wejangan Ustadz Saidan Lubis, guru yang paling saya hormati di pondok saat menjelaskan hadist:

“Sesungguhnya Al Qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf. Maka, bacalah apa yang mudah darinya.“ (Muttafaq alaih dari Umar bin Khatab R.A.)

"Jangan heran jika nanti saat menempuh studi di Timur Tengah ada lafaz _'Wadh-dhuhe... Wal-laili idza saje...',_ jelasnya pada kami para muridnya.

Sejak itu saya terbiasa dan dapat menerima perbedaan lafaz karena faktor budaya dalam melafal ayat suci. Hingga saat ini, sejak kuliah di Yogya walau nama saya Iswandi Syahputra, selalu saja dipanggil dengan Iswandi Syahputro.

Nah... dalam konteks ini saya pada posisi dapat memahami dan menerima lafaz Pak Jokowi menyebut _Al-Fatekah_ untuk merujuk pada sebutan _Al-Fatihah._ Karena itu pula, mohon saya jangan dibully.

Ucapan _Al-Fatekah_ disampaikan Jokowi saat memberi sambutan pada acara Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional XXVII tahun 2018 di Gedung Serba Guna, Jalan Wiliam Iskandar, Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut), Minggu (7/10/2018) malam. Pada kesempatan tersebut Jokowi mengajak semua yang hadir dalam acara tersebut untuk bersama-sama membacakan surat _Al Fatihah_ untuk korban bencana alam dan para keluarga yang selamat agar diberi kesabaran dan ketabahan.

Di sinilah masalahnya...

Bukan di lafaz _Al-Fatekah_ Jokowi, tapi konteksnya yang membikin masalah dan menimbulkan kontroversial.

_Pertama,_ Jokowi itu Presiden RI, ranahnya _Umara_ (pemerintah), bukan _Ulama._ Sebagai Kepala Pemerintahan, jika ingin menyinggung gempa di Palu dan Donggala sampaikanlah apa yang sudah dan akan dilakukan pemerintah dalam memulihkan warga dan daerah yang terkena gampa.

_Kedua,_ Do'a itu ranahnya _Ulama_ bukan _Umara_. Jika Jokowi ingin menyampaikan do'a, melalui petugas protokoler dapat dititipkan pada _Ulama_ yang membacakan do'a. Siapa, dalam kapasitas apa, melakukan apa menjadi jelas kedudukannya. Dalam konteks ini Jokowi tampak ingin tampil menuai simpati dengan sedikit menyenggol sektor lain di luar kapasitasnya.

_Ketiga,_ Jokowi adalah Capres untuk Pilpres tahun 2019. Kejadian tersebut tentu menjadi bahan untuk mengkritisi gaya kepemimpinannya. Namun umumnya kelompok pengkritik lebih mengedepankan kritik personal. Bagi saya, ini agak kurang baik. Tapi dapat dipahami karena Jokowi juga sering tampil sebagai personal dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara atau Pemerintahan. Menggunakan kaos pada acara formal, itu contoh penampakan sisi personal Jokowi sebagai Presiden RI.

_Empat,_ Jokowi seharusnya menyadari kelemahannya dalam soal lafaz berbahasa Arab, sebab ini bukan yang pertama menjadi viral. Khalayak kemudian dengan mudah dan cepat menilai yang dilakukan Jokowi (selain persoalan personal) juga untuk menarik simpati umat Islam menjelang Pilpres. Di sini, khalayak akan teringat dengan berbagai argumen pihak yang keberatan menggunakan isu agama dalam politik.

Selalu begitu... Khalayak selalu ramai dan riuh untuk masalah sepele karena mungkin saja pemerintah belum dapat menghadirkan narasi besar tentang gagasan memajukan bangsa sebagai perbincangan publik.

Itu ajah... (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...