JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengkritik paket kebijakan ekonomi ke-16 yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi.
Kebijakan yang memberi izin pihak asing 100 persen menguasai 54 bidang usaha itu, diyakini bakal 'membunuh' usaha rakyat kecil. Sebab, banyak rakyat menegah ke bawah bergerak di bidangUsaha Kecil dan mikro (UKM) di Indonesia.
Menurut dia, paket kebijakan tersebut sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mematikan kelangsungan pelaku Usaha MikroKecil dan Menengah (UMKM).
Selain itu, Heri menilai paket kebijakan itu terlalu liberal dan tidak sejalan dengan visi pemerintah untuk mendorong ekonomi kerakyatan.
Pasalnya, kebijakan pemerintah yang mengeluarkan 54 bidang usaha dari Daftar Negatif Investasi ( DNI ) yang artinya 54 sektor usaha tersebut terbuka untuk permodal asing dan kepemilikannya bisa 100 persen.
"Pemberian keleluasaan PMA (penanaman modal asing) 100 persen terhadap 54 bidang usaha jelas akan mematikan industri kecil menengah yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia," kata Heri dalam pesan singkatmya, Selasa (20/11/18).
Dia menduga, pernyataan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang menyebut PMA diwajibkan bermitra dengan UMKM dalam negeri adalah 'akal-akalan'pemerintah saja. Sebab, jika bermitra PMA, tentu tidak 100 persen.
Heri menduga, proses paket ekonomi ini nampaknya telah digagas beberapa bulan yang lalu melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di mana investor China mengungkapkan berbelitnya proses investasi di Indonesia membuat mereka enggan menanamkan modal usaha.
Sehingga, paket kebijakan ini jelas terarah untuk menarik minat investor China.
Lebih lanjut, Heri menyebut, paket ekonomi ini serupa dengan kasus mafia pariwisata China di Bali.
"Paket kebijakan ini akan melegalkan praktik monopoli pedagang China di Indonesia. Indonesia sama sekali tidak mendapatkan keuntungan finansial apapun," tegas Heri.
Disisi lain, politisi Gerindra ini juga mempertanyakan, apakah dengan dibukanya arus investasi tersebut akan membuka lapangan kerja yang luas bagi rakyat Indonesia.
Hal ini, kata Heri, tidak dapat dipastikan. Mengingat, selama ini proyek patungan dengan China kerap menggunakan tenaga kerja asing dari negeri Tirai Bambu tersebut.
"Paket kebijakan yang menguntungkan China ini jelas menunjukan keberpihakan Pemerintah Jokowi terhadap trade wars antara China dengan AS setelah gagalnya kesepakatan di KTT APEC pada 17-18 November 2018 di PNG," tandas Heri. (Alf)