JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melontarkan kritik keras terhadap paket kebijakan ekonomi ke-16 yang dikeluarkan pemerintah.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan relaksasi DNI atau daftar negatif investasi sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi ke-16.
Paket tersebut merupakan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) 54 sektor usaha ini akan membuat investasi pada 54 sektor usaha itu bisa 100 persen dari asing.
Juru bicara PKS Muda Bidang Ekonomi Pembangunan, Handy Risza menyatakan, langkah itu menunjukkan Pemerintah semakin jauh dari Nawa Cita dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Salah satu tujuan relaksasi ini yang kemudian menjadi sorotan publik adalah Pemerintah membuka kesempatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanamn Modal Asing (PMA) masuk dalam sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi agar bisa masuk ke segala bidang usaha.
Padahal dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM, dimana Pemerintah berkewajiban melindungi sektor UMKM.
"Lahirnya peket kebijakan ke 16 ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang yang dialami dalam beberapa waktu terakhir," kata Handy di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
"Bank Indonesia (BI) mengumumkan CAD pada kuartal III-2018 tercatat meningkat, yakni USD 8,8 miliar atau setara 3,37% dari PDB. Nilai itu lebih tinggi dari periode kuartal I yang mencapai USD 5,7 miliar. Angka ini juga lebih besar dibandingkan kuartal II-2017 yang hanya USD 5 miliar," tambahnya.
Handy menjelaskan, paket kebijakan ini akan memberikan pengaruh yang besar bagi sektor UMKM dan Koperasi di Indonesia.
Seharusnya, ucap dia, pemerintah memberikan perlindungan dan insentif bagi pengusaha lokal UMKM dan Koperasi agar bisa tumbuh dan berkembang.
"Kebijakan ini justru menunjukkan
liberalisasi perekonomian nasional yang sedang dilakukan Pemerintah, dengan semakin meminimalisir peran pengusaha lokal dalam bidang UMKM dan Koperasi," ujarnya.
Selain itu, kata dia, potensi UMKM nasional yang terdapat dalam startup bisnis juga akan terancam.
Pasalnya, potensi bisnis yang besar ini terancam akan dikuasai oleh para pemodal besar terutama asing, sehingga semakin memperkuat cengkraman asing dalam potensi bisnis yang terdapat di dalamnya.
"Lagi-lagi pemerintah gagal, seharusnya menjaga dan melindungi startup potensial yang justru akan memberikan nilai tambah besar dalam perekonomian nasional," katanya.(yn)