Demi Allah saya menjadi saksi jutaan manusia berkumpul di Monas dan sekitarnya pada 2 Desember 2018. Memadati hingga Jalan Sudirman, Tamrin, Gunung Sahari dan Cempaka Putih.
Melakukan perjalanan jauh dan datang dengan moda transportasi yang apa adanya, serta tidur di area monas beralaskan sajadah. Kurang pengorbanan apa lagi?
Shalat tahajjud secara bersama, shalat shubuh berjamaah dengan qunut shubuh dan qunut nazilah. Kurang Syafi'i apa lagi?
Sepanjang acara bershalawat, tahlil, bahkan pembacaan marhaban barzanji sejarah Rasulullah. Kurang Aswaja apa lagi?
Bendera Merah Putih dikibarkan di setiap sisi, ada lagu Indonesia Raya, dan isi taushiyyah para 'alim selalu berpesan kecintaan pada Indonesia. Kurang NKRI dan Pancasila apa lagi?
Bendera Palestina juga berkibar di beberapa sudut, simbol kepedulian atas nasib Muslim di Palestina yang masih dalam penjajahan Israel. Kurang solidaritas apa lagi?
Panji tauhid warna hitam, putih dan sebagian kecilnya berwarna merah, hijau, kuning, ungu, dan biru berkibar tinggi dimana-mana dengan rasa pengagungan para pengibarnya. Bendera yang tempo hari dibakar. Kurang bukti apa lagi kalau umat percaya itu bendera umat Islam? Bukan bendera ormas!
Aksesoris tauhid dipakai dengan bangga, mulai dari baju, topi, ikat kepala, hingga bros. Kurang bukti apa lagi kalau umat makin cinta akan identitas keislaman?
Makanan dan minuman melimpah di setiap posko yang ada. Gratis untuk mengambilnya. Kurang bukti persaudaraan apa lagi?
Saling mengingatkan saat ada yang menginjak taman, membuang sampah sembarangan, dll. Kurang bukti apa lagi kalau mereka cinta nasihat?
Mereka menjaga ketertiban dan kebersilahan lingkungan. Saling sapa, salam, dan senyum. Kurang bukti apa lagi kalau mereka itu ramah dan santun? Bukan kelompok radikal!
Ada yang datang dengan charter pesawat, pakai bus, mobil kecil, kereta api, motor, sepeda, bahkan jalan kaki. Tak ketinggalan kaum difabel dengan keterbatasan fisiknya. Kurang bukti ketulusan apa lagi? Bukan masa bayaran!
Secara ekonomi, ada gairah ekonomi di bidang transportasi (termasuk rest area), komunikasi, ritel, home industry (pembuatan aksesoris tauhid, dll) dan PKL. Kurang bukti kemaslahatan apa lagi?
Reuni 212 #BelaTauhid adalah momen konsolidasi kekuatan umat Islam. Adapun adanya pemanfaatan kepentingan politik praktis dari satu kalangan, itu hal lumrah sebagai hajatan bersama. Itu bukan isu utama. Isu utama kita adalah kita sedang menabung modal kekuatan politik umat. Kita sedang membangun kekuatan dengan modal aqidah, ukhuwah dan semangat jihad.
Tapi adalah manusia, kalau sudah benci, kebaikan yang banyakpun tak terlihat, karena yang ada hanyalah keburukan. Demikian juga sebaliknya. Mari belajar melihat sisi baik dari setiap hal.
Monas, 02-12-2018 (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #aksi-212