Opini
Oleh ; DR Chusnul Mar'iyah (Mantan Anggota KPU Pusat dan Pengamat Politik UI) pada hari Minggu, 16 Des 2018 - 12:16:11 WIB
Bagikan Berita ini :

Kisah Kotak Suara Alumunium Pemilu 2004

64181216104058-220.jpg.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

"Dalam Pemilu itu ada soal yang sangat penting, yakni soal 'trust' (kepercayaan)"

Cerita Kotak Suara Aluminium KPU Pemilu 2004 yang sudah digunakan 19 kali pemilu, 2019 bisa yang ke 20 pemilu bila dipakai, harga Rp 141 ribu (seri pemilu 1).

Membaca berita-berita tentang penggunaan kotak suara kardus atau karton pada pemilu 2019 menarik untuk melihat kembali logistik KPU 2004 yang fenomenal saat mengganti kotak suara dan bilik suara dengan aluminium.

Sebagai bersedia menjadi ketua divisi logistik, dengan catatan semua Anggota KPU bersama-sama memutuskanpolicy logistikKPU. Saat saya pergi ke Canada atas undangan Menteri Luar Negeri Canada, saya menyempatkan pergi ke KPU Canada dan meminta contoh kotak suara kardusnya. Demikian pula saya meminta mengumpulkan data-data logistik KPU di banyak negara.

Jepang menggunakan aluminium dengan design yang canggih. Harganya kala itu sekitar 700-an ribu. Kemudian model plastik yg dipergunakan di pemilu Timor Timur (pada saat referendum) juga dikumpulkan sebagai contoh bagaimana KPU membuat keputusan. Dari sekretariat tentu dikumpulkan juga contoh kotak suara dari kayu.

Maka, dari sejak awal sebagai aktivis yang sadar lingkungan maka KPU membuat kriteria memutuskan tidak menggunakan kayu, alasan lingkungan, biaya yang mahal, berat pengiriman, dan selama pemilu di Indonesia tidak pernah dua kali dipergunakan.
Plastik memang transparan tapi tidak praktis di dalam penyimpanan dan tentu saja plastik juga secara lingkungan tidak friendly (ramah lingkungan).

Bila kini terjadi konroversi soal kotak suara kardus, sebenarnya itu lebih pada masalah trust (kepercayaan) KPU bahwa akan sulit meyakinkan kepada peserta pemilu, rakyat bahwa tidak akan terjadi manipulasi suara pemilu dengan mudah. Dan juga tidakeco friendly.

Selain itu kotak suara kardus tidak bisa digunakan berkali-kali. Alias boros dalam penggunaan uang rakyat. Termasuk tidak dipercaya karena alasan wilayah Indonesia yang banyak air, hujan, hingga laut. Hal tersbeut juga adanya kurang disiplinnya kita sebagai penyelenggara Pemilu. Akibatnya, kemungkinan terjadinya manipulasi pemilu masih rentan terjadi. Menyadari hal itu, maka pilihan kotak suara pemilu dengan baja, mahal, berat. Selain itu akan mahal dalam pengiriman.

Akhirnya KPU kala itu memutuskan menggunakan kotak suara yang terbuat dari aluminium. Harga satuannya kala itu Rp 141 ribu dan sudah dipergunakan Pemilu 2004 (sebanyak tiga kali yakni pilpres, pilkada gubernur dan pilkada kabupaten kota). Pada Pemilu 2009 sebagian kotak suara alumunium ini hilang dicuri maka ditambah sekitar 20 persen diganti kotak aluminium baru.

Pada Pemilu 2014 sebagian dipakai kardus. Namun di berbagai tempat pemungutan suara masih dugunakan kotak suara aluminium. Ini karena kardus diangga tidak dapat dipercaya. Lalu kenapa KPU 2019 mengganti kotak suara dengan kardus?

Patut diphami, indikator utama sebagai penyelenggaraan Pemilu itu dapat dipercaya. Kardus sebagai kotak suara adalah sumber dari hasil pemilu yang tidak dapat dipercaya. Selain variabel-variabel lainnya.

Pertanyaannya, kenapa tidak mau belajar hal-hal yang baik dari KPU pendahulunya? Tanpa trust dan kepercayaan publik maka hasil pemilu tidak memiliki legitimasi. Yang diuntungkan siapa? Tentu petahana yg memiliki akses struktural dari RT, RW, kelurahan /desa, kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi, dan nasional.

Harap diketahui, Pemerintah Jepang akhirnya membeli juga kotak suara dan bilik suara aluminium produk indonesia untuk bantuan pemilu di Irak setelah sukses di 2004.

Nah, banyak sekli pertanyaan yang kemudian timbul akibat kebijakan ini. Bagaimana rakyat bisa percaya kotak suara dari kardus? Bagaimana KPU meyakinkan pemilih? Bagaimana KPU meyakinkan pemilih bahwa suara rakyat aman? Suara rakyat tidak mudah dicuri? Apalagi KPU belum bisa meyakinkan issue tentang DPT, EKTP yang tercecer berkarung-karung? Bahkan di Depok, Jawa Barat. misalnya saja masih ada 177 ribuan pemilih yangg belum ada kejelasan orangnya.

Maka jelaskan kepada rakyat atas pertanyaan tersebut? Bukan argumennya aluminium juga bisa rusak? Atau rakyat disuruh diam karena 2014 dipakai? Tapi dipakai tidak di semua tps kan? Jelaskan itu? Media di mana mengapa terlihat enggan mengkritisi soal ini?

Makanya setiap anggota KPU harus faham ilmu politik dan ilmu hukum, bukan?
Maka agar pemilu yang jujur bisa berlangsung kami terus berjuang terus dan berdoa.Nasrum mina Allah wafathung qarib (Semoga Allah menunjukkan jalan yg benar).

Al faatihah. Aamiin. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kpu  #pemilu-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

Oleh Swary Utami Dewi
pada hari Senin, 22 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...
Opini

Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo adalah dua hal yang dapat di sebut sebagai sebab dan akibat. Putusan MK dalam gugatan Pilpres, akan menjadi sebab dan penyebab ...