JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menanggapi reaksi ribuan warga Cianjur yang melalukan aksi syukuran atas operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Cianjur Irvanto Rivano Muchtar oleh KPK karena diduga terlibat kasus korupsi.
Menurutnya, reaksi warga Cianjur itu pada dasarnya merefleksikan kehendak semua elemen masyarakat Indonesia yang merindukan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Karenanya, Bamsoet mengajak semua unsur pejabat mulai dari pemerintah pusat hingga daerah untuk menghayati fenomena yang terjadi di Cianjur tersebut. Dia menyebut peristiwa di Cianjur sebagai fenomena baru.
"Reformasi birokrasi memang telah mencatat progres yang cukup signifikan. Tetapi masyarakat merasakan bahwa progres reformasi birokrasi itu belum mampu menangkal atau mempersempit ruang gerak para oknum birokrat melakukan korupsi," kata Bamsoet di Jakarta, Minggu (16/12/2018).
"Korupsi masih marak, dan fakta ini mengecewakan dan menyakiti nurani rakyat. Reformasi birokrasi akan dinilai gagal jika tidak mampu menangkal korupsi. Karena itu, Pemerintah bersama institusi penegak hukum harus mulai merumuskan strategi pencegahan korupsi yang efektif," tambahnya.
Diketahui pada Jumat (14/12/2018) siang pekan lalu, warga Cianjur memadati area alun-alun kabupaten itu untuk merayakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyergap Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar. Sang bupati disergap tim KPK pada Rabu (12/12/2018) subuh di halaman Masjid Agung Cianjur.
Fakta ini menjelaskan bahwa warga Cianjur spontan merayakan hasil sergapan KPK, sekaligus menyuarakan rasa syukur dan berterima kasih kepada KPK yang bisa menghentikan perilaku korup oknum birokrat di daerahnya.
"Selama ini mereka hanya diam sambil menunggu dengan penuh harap adanya kekuatan yang bisa menghentikan perampokan hak-hak rakyat itu. Dan, ketika harapan warga Cianjur itu terwujud, wajarlah kalau mereka bersyukur," jelas Bamsoet.
Lebih jauh, Wakil Ketua Bidang Pratama Partai Golkar ini menyatakan, semua elemen masyarakat di berbagai daerah pun pasti punya harapan yang sama dengan warga Cianjur.
"Mereka berharap birokrasi pemerintah daerah bersih dari perilaku koruptif. Sebelum kasus bupati Cianjur, sudah sekitar 100 kepala daerah yang ditangkap KPK karena keterlibatan mereka dalam kasus korupsi," jelasnya.
Namun, terang Bamsoet, fakta-fakta historis itu tidak berhasil menumbuhkan efek jera. Tahun ini pun tercatat sebagai yang terbanyak bagi KPK melancarkan OTT, yakni 28 operasi.
"Bupati Cianjur itu merupakan kepala daerah ke-21 yang disergap melalui OTT dan menjadi kepala daerah ke-38 yang dijaring OTT," ujarnya.
Karena efek jera tak juga kunjung tumbuh, ucap Bamsoet, diyakini bahwa penangkapan maupun OTT tak akan menyelesaikan masalah.
Sebab, oknum birokrat yang nakal akan selalu mencari modus baru untuk bisa merampok uang negara. Maka itu, strategi pencegahan korupsi menjadi sangat penting.
"Berdasarkan kecenderungan itu, pimpinan DPR mendorong Pemerintah melalui Kemenpan RB untuk membangun kerja sama dengan KPK merumuskan strategi pencegahan korupsi," tuturnya.
"Pada akhirnya, publik akan menggukur hasil maksimal reformasi birokrasi dari kemampuan sistem birokrasi pusat dan daerah memperkecil ruang bagi oknum birokrat melakukan korupsi," imbuhnya.
Sebelumnya, KPK menangkap Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar dalam kasus suap dana alokasi khusus (DAK) pendidikan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Irvan bersama sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten Cianjur diduga menagih jatah imbalan 14,5 persen atau setara Rp 46,8 miliar dari 140 sekolah menengah pertama yang mendapat DAK.
"Diduga alokasi fee untuk bupati sebesar 7 persen," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Jakarta, Rabu (12/12/2018). (Alf)