Opini
Oleh Budi Santoso, Pemerhati Politik pada hari Jumat, 18 Jan 2019 - 09:24:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Demokrasi Contek

68eb039ff7-8430-4099-b63f-18668dce34f2_169.jpeg.jpeg
Capres petahana Joko Widodo dan Capres penantang Prabowo Subianto (Sumber foto : ist)

Debat perdana capres-cawapres yang berlangsung pada Kamis, 17 Januari 2019 memangmenghadirkan kejutan-kejutan. Tak terkecuali kejutan yang paling menyorot perhatian publik adalahsoal menyontek. Memang di debat perdana ini salah satu paslon terlihat beberapa kali ketika memaparkan program-program yang ditawarkan ke publik, ia sampaikan dengan cara menyontekpada kertas yang sudah ia disediakan.

Tulisan ini tidak akan menyentuh pada persoalan hukum mengenai perilaku menyontek saatdebat berlangsung. Tulisan ini ingin menyentuh hak publik untuk mendapatkan jawaban alamiahyang seharusnya dihadirkan oleh suatu kandidat.

Debat perdana ini memang sedari awal sudah banjir kritikan. Kritikan paling keras adalah
mengenai kisi-kisi debat yang diberikan kepada para kandidat paslon yang akan bertarung di mimbardebat. Pasalnya, walaupun debat itu sendiri adalah salah satu bagian dari kampanye, tetapi debat
dilakukan dua arah. Ada kritisisme dan skeptisisme. Kritisisme dan skeptisisme tidak akan munculjika fokus utama dari paslon adalah jawaban yang sudah ia sediakan di secarik kertas.

Hasilnya bisa kita lihat ketika debat berlangsung. Debat terasa seperti pidato yangdisampaikan melalui satu arah. Seolah-olah publik mengerti dan akan menerima dengan begitu saja.
Padahal dalam benak publik, beribu pertanyaan akan muncul ketika salah satu paslon memaparkan program-program yang ditawarkannya. Inilah pentingnya panelis, moderator, atau paslon lain untuk
membuka keran kritisisme dan skeptisisme guna untuk menguliti program yang ditawarkan.

Menguliti paslon yang sedang bertarung tidak bisa dengan memberikannya kisi-kisi. Karena
dengan kisi-kisi ia akan dibantu timsuksesnya. Menguliti paslon itu dengan cara pertanyaan tertutupyang tidak diketahui oleh siapapun kecuali oleh panelis. Dan tujuan dari pertanyaan itu bukan untukmempermalukan, melainkan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan paslon, baik dari aspekwawasan, memahami masalah, penyelesaian masalah, hingga komunikasi yang tepat ketika harus
disampaikan kepada publik.

Pada debat yang berlangsung semalam, yang menguliti adalah paslon. Memang tidak salah.Menjadi salah adalah ketika yang menguliti tidak menyentuh aspek-aspek yang substansial. Justruyang disentuh adalah persoalan private. Baik ia bertanya atau menanggapi. Inilah yang tidak diharapkan publik.

Publik dalam hal ini, punya hak untuk mendapatkan seluruh informasi seputar programpaslon. Publik ingin tahu sejauh mana program tersebut bisa menjawab persoalan yang tengahterjadi. Publik juga ingin ada penggalian lebih dalam, apakah program tersebut realistis atau hanya mengawang-awang saja. Tentunya pada titik tersebut, mencontek bukanlah solusinya.

Mencontek kita tahu, ketika ia melihat catatan yang sudah ia sediakan maka improvisasi
dalam otaknya akan berhenti sejenak. Berganti dengan fokus membaca apa yang ingin ia sampaikan.Maka ketika ini terjadi, eksplorasi-eksplorasi akan berhenti. Dan hak rakyat menjadi hilang.Tentu ini sangat disayangkan. Terlebih isu yang diangkat semalam adalah isu-isu strategisyakni soal hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.

Seharusnya rakyat bisa mendapatkan banyak
penggalian informasi lebih dalam mengenai program paslon dengan jalan berdebat. Bukan denganmenyontek di secarik kertas, guna menghindari dipermalukannya oleh publik. Jika yang bertarungadalah putra-putra terbaik bangsa, seharusnya tunjukanlah yang terbaik untuk bangsanya sendiri.Dan itu hanya bisa terlihat bukan dengan demokrasi menyontek, tapi demokrasi berargumen. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...