Opini
Oleh ; Harryadin Mahardika (peneliti pada Unit Kerja Khusus Brainware Universitas Indonesia) pada hari Minggu, 20 Jan 2019 - 21:19:21 WIB
Bagikan Berita ini :

Mencari 'Lelananging Jagad' Melalui Debat Presiden

17ilustrasi-debat_20180914_161016.jpg.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Sejarah mencatat bagaimana peradaban-peradaban hebat memilih pemimpinnya. Romawi, Persia, dan Mongol misalnya, mensyaratkan pemimpin yang tidak hanya mahir berpolitik saja, tapi juga harus ahli siasat perang, ahli beladiri dan punya kekuatan fisik terhebat dibanding semua laki-laki di angkatan perangnya.

Peradaban hebat lainnya, seperti kekhalifahan Muslim awal, bahkan menambahkan kualitas pemimpin yang lebih sulit lagi, yaitu mereka haruslah laki-laki paling alim dan paling matang ilmu agamanya. Benchmark-nya juga ditetapkan luar biasa tinggi, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang punya kualitas sangat lengkap. Beliau pengusaha sukses, ahli beladiri gulat, ahli memanah, ahli berkuda, ahli negosiasi, ahli hukum, ahli siasat, dan dipilih Allah untuk menyampaikan panduan hidup bagi seluruh umat manusia.

Hasilnya, peradaban-peradaban tersebut menjadi adikuasa dunia di zamannya masing-masing. Dan itu diraih dibawah para pemimpin yang punya kualitas lengkap tadi. Orang Jawa punya terminologi khusus untuk sosok seperti itu: LELANANGING JAGAD. Artinya lelaki yang tidak ada tandingannya, hebat di semua bidang, memimpin dengan tindakan dan teladan.

Para lelananging jagad ini terpilih karena seleksi alam dan seleksi politikyang ketat. Peradaban mereka secara turun-temurun merancang proses seleksi tersebut agar yang muncul sebagai pemenang adalah individu terbaik.

Keteladanan pemimpin di masa lalu ditunjukkan dengan tindakan yang nyata. Dua pertiga kaisar Romawi mati di medan pertempuran. Mereka maju paling depan di front paling berbahaya. Rasulullahterluka terkena panah di perang Uhud. ShalahuddinAl Ayyubi berhadapan langsung dengan Richard the Lionheart di medan laga. Sedangkan Kaisar Jepang Tokihito gugur dalam perang laut di Dannoura.

Di masa itu, pemimpin yang penakut akan ditinggalkan rakyatnya atau digulingkan oleh orang lain yang lebih kuat.

Hal ini terus dilanjutkan di masa modern. Keluarga kerajaan Inggris sampai hari ini masih mewajibkan para pangerannya untuk ikut bertempur bersama pasukan terdepan. Terakhir, Pangeran Andrewhampir gugur di perang Malvinas ketika helikopter yang dipilotinya ditugaskan menjadi decoy untuk menipu rudal exocet Argentina yang menargetkan kapal induk Inggris.

Di Amerika Serikat, 26 dari 44 presidennyaadalah veteran perang. Beberapa diantaranya bahkan mendapatkan medali penghargaan atas keberanian mereka di medan tempur. 18 orang lainnya yang bukan veteran perang umumnya punya track recordhebat sebagai aktivis pembela kepentingan rakyat di bidang hukum, ekonomi, lingkungan hidup dan sosial. Sebelum menjadi presiden, mereka ikut turun berdemo dan berjibaku memperbaiki sistem yang tidak pro-rakyat.

Tak heran, Inggris dan Amerika Serikat kini masih menjadi dua negara adikuasa utama di dunia. Mereka menjaga tradisi menyeleksi pemimpin dengan ketat. Para kandidat pemimpin diharuskan menempatkan ‘skin in the game’, berani dipermalukan dan dimintai pertanggungjawaban. Lihatlah debat presiden AS yang sangat bernas. Rakyat AS dibantu untuk melihat seluruh potensi yang dimiliki calon pemimpinnya via debat tersebut.

KPU dan Tantangan Mencari Lelananging Jagad di Indonesia

Sayangnya Indonesia menuju arah yang sebaliknya. KPU sebagai lembaga yang diberi mandat untuk merancang sistem seleksi pemimpin bangsa justru tidak mau membangun tradisi seleksi yang ketat. Padahal mereka punya kesempatan untuk menguatkan peradaban bangsa ini lewat sistem pemilihan yang lebih progresif.

Bukannya memperberat kriteria untuk menjadi pemimpin, KPU justru berusaha mempermudah proses seleksi agar para calon pemimpin ‘tidak dipermalukan’. Ini artinya menghilangkan ‘skin in the game’ dalam kontestasi, sekaligus memberi kesempatan bagi calon untuk bersembunyi dibalik aturan sehingga kelemahannya tidak diketahui rakyat.

Sistem seleksi semacam ini cenderung berpihak pada kandidat yang berkualitas rendah. Mereka yang seharusnya kurang layak maju menjadi pemimpin, akan mendapat kesempatan untuk ikut berkontestasi. Dukungan elit dan pemodal pencari rente bisa membantu kandidat berkualitas rendah untuk memenangkan kontestasi. Tentunya dengan manipulasi media dan membeli oknum aparat serta oknum penyelenggara pemilihan umum.

Karena itu, saya usul agar KPU mengganti visi misinya. Visi yang pas bagi KPU adalah ‘lembaga yang bertugas mencari pemimpin bangsa dengan kualitas terbaik’. Dengan sendirinya visi ini akan mendorong KPU untuk memperbaiki diri, membenahi carut marut manajemen internalnya. Marwahnya juga akan naik di mata parpol dan kandidat, karena mereka yang berfisik loyo, berjiwa lemah dan berkualitas rendah, akan kencing berdiriketika diuji dalam seleksi KPU.

Dalam masa yang singkat ini, hal yang masih bisa dibenahi KPU adalah konsep debat. Masih ada empat kali Debat Pilpres dalam 80 hari ke depan. Segera ubah konsep debat menjadi lebih ketat dan tanpa batasan waktu. Panggil intelektual terbaik bangsa untuk menguji mereka dalam tanya jawab yang panjang dan menekan. Biarkan moderator dan panelis menguji kandidat sampai limit terakhir yang membuat mereka tidak mampu menyembunyikan kelemahan mental, kebodohan intelektual, dan kekerdilan jiwa.

Jika ingin maju, bangsa ini harus mencari lelananging jagad untuk menjadi pemimpin. Diantara dua paslon di Pilpres 2019 ini, yang memiliki potensi menjadi ‘lelanganging jagad’ adalah mereka yang berusaha mencapai kualitas tertinggi di semua bidang. Dia harus berusaha menyamai intelektualitas Bung Hatta, harus berusaha bernas seperti Bung Karno, harus lugas bersiasat seperti Haji Agus Salim, harus patriotik seperti Jendral Soedirman, harus berwawasan global seperti Tan Malaka, harus pernah bertaruh nyawa demi Indonesia seperti Bung Tomo seperti dan harus menjadi panutan umat seperti Buya Hamka.

Bantulah rakyat untuk menemukan paslon yang memiliki kualitas-kualitas seperti itu.

Tidak ada kata terlambat bagi KPU. Ini bukan lagi hanya urusan Jokowi-Ma’ruf atau Prabowo-Sandi, tapi menyangkut hal yang jauh lebih besar, yaitu keseriusan kita membangun peradaban. Mulailah sekarang, dan dapatkanlah amal jariyah yang terus mengalir karena kalian adalah KPU pertama yang meletakkan dasar bagi sistem pemilihan pemimpin yang lebih berkualitas. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  #kpu  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...