Opini
Oleh Gde Siriana Direktur Eksekutif GPS (Government & Political Studies) pada hari Sabtu, 09 Feb 2019 - 07:21:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Politisasi dan Intimidasi ASN Jelang Pilpres 2019

tscom_news_photo_1549671682.jpg
Gde Siriana Direktur Eksekutif GPS (Government & Political Studies) (Sumber foto : ist)

Kapolda Sulsel Irjen Umar Septono pada tanggal 19 Januari 2019 dalam suatu apel bersama memberikan arahan kepada bawahannya bahwa saluruh jajaran Polda Sulawesi Selatan harus dapat melayani masyarakat dengan baik, karena anggota Polisi Republik Indonesia digaji oleh rakyat. Dalam hubungan antara negara dan rakyat seperti yang dipahami oleh Kapolda Sulsel ternyata dipahami secara berkebalikan dengan apa yang disampaikan oleh Menkominfo Rudiantara pada acara internal Kominfo 31 Januari 2019 di Hall Basket Senayan, Jakarta.

Meskipun kemudian dilakukan klarifikasi, pertanyaan Menkominfo kepada seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) “bu, yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?” tetap dianggap tidak mehilangkan kesan tendensius dan intimidatif terhadap ASN jelang Pilpres 2019.
Memahami hubungan antara negara, pemerintah dan rakyat adalah hal mendasar bagi setiap ASN maupun pejabat negara.

Roger H. Soltau mendefinisikan negara sebagai agen (agency) atau kewenangan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The states is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community. Pemerintah merupakan salah satu unsur negara yang menjalankan organisasi negara dan menyelenggarakan kekuasaan negara.

Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha, pengertian pemerintah adalah semua perangkat negara atau lembaga negara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan, sedangkan menurut Robert Mac Iver pengertian pemerintah adalah organisasi dari orang-orang yang memiliki kekuasaan, bagaimana manusia bisa diatur. Secara singkat atas nama rakyat pemerintah mendapatkan mandat untuk menjadi organizer negara.
Dari pemahaman teoritis tersebut ada perbedaan yang jelas antara pemerintah dan negara, pemerintah bukan negara dan negara bukanlah pemerintah. Maka apa yang disampaikan oleh Menkominfo dalam konteks menjelang pilpres 2019 dapat memicu intimidasi terhadap ASN di berbagai institusi negara dan di berbagai daerah.

Ini sangat berbahaya mengingat posisi ASN sebagai abdi negara bukan abdi pemerintah. Itulah mengapa ASN harus berada diposisi netral dalam kepentingan politik, sesuai pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Meskipun pemerintah wajib membayar gaji ASN (Pasal 79 UU No 5 tahun 2014 tentang ASN) tetapi perlu dipahami bahwa ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara bukan aparatur pemerintah (Pasal 8 UU No 5 tahun 2014 tentang ASN). Apalagi untuk membayar gaji ASN pemerintah menggunakan dana APBN/APBD yang diperoleh dari pajak yang disetor oleh rakyat. Itulah mengapa rakyat menyetorkan pajak melalui Pos Kas Negara.

Lebih parah lagi jika ini dapat dipandang sebagai upaya mengaburkan pemahaman masyarakat tentang perbedaan antara negara dan pemerintah. Ketika masyarakat sudah terjebak dalam pemahaman yang salah bahwa pemerintah sama dengan negara maka kekuasaan akan memanfaatkannya untuk menjalankan abuse of power bahkan totalitarian/diktator. Klaim hasil pembangunan yang dibiayai oleh uang rakyat, penjualan aset-aset negara tanpa persetujuan rakyat, represif terhadap kebebasan rakyat adalah bentuk-bentuk perilaku pemerintah yang menganggap dirinya sebagai negara. Padahal sudah dijelaskan dalam konstitusi perbedaan antara kepala negara dan kepala pemerintahan.

Sebagai perbandingan di negara-negara demokrasi maju seperti AS dan Jepang, seorang petahana haram hukumnya melakukan intimidasi terhadap ASN dan tidak bermoral melakukan klaim atas pembangunan infrastruktur. Di Jepang pembangunan infrastruktur sudah ditetapkan berkelanjutan oleh Bappenas setempat siapapun walikota/perdana menterinya. Petahana untuk terpilih kembali harus mengandalkan klaim capaian ekonomi, kesejahteraan rakyat maupun kekuatan pengaruh politik negara di dunia internasional. Atau petahana menjual isu-isu kontekstual seperti persoalan lapangan kerja, pajak, aborsi, LGBT, kesetaraan gender, lingkungan maupun terorisme/keamanan negara.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pns  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Hakim Konstitusi dan Neraka Jahannam

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Sabtu, 20 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dari semua tokoh-tokoh yang berpidato di aksi ribuan massa kemarin di depan MK (Mahkamah Konstitusi), menarik untuk mengamati pidato Professor Rochmat Wahab (lihat: Edy ...
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...