Opini
Oleh Eep Saefulloh Fatah (Founder dan CEO Polmark Indonesia) pada hari Selasa, 12 Feb 2019 - 13:22:57 WIB
Bagikan Berita ini :

Potensi Titik Balik Jokowi

tscom_news_photo_1549952577.jpg
Jokowi (Sumber foto : Ist)

Setiap petahana menghadapi ancaman titik balik. Ketika titik balik itu sudah menggejala, biasanya sulit bagi sang petahana untuk "rebound".

Potensi titik balik itulah yang saat ini dihadapi oleh Presiden Jokowi. Ada setidaknya tiga kemungkinan jalan bagi titik balik Jokowi.

(1) Krisis Otentisitas. Ketika mulai menjabat, sosok Jokowi sebagai "Presiden" adalah sebuah mitos -- tak terukur. Sekarang "Presiden Jokowi" sudah menjadi sesuatu yang historis. Teraba. Terukur. Bisa dinilai.

Orang pun sudah bisa menilai seberapa otentik kah dirinya. Apakah yang dikatakannya adalah yang dilakukannya? Apakah memang ia semerakyat yang dikesankannya?

Jika Jokowi makin kehilangan otentisitasnya, maka daya magnet elektoralnya pun bakal meluntur. Ini bahaya yang saat ini sedang mengancam Jokowi.

(2) Gagal Kebijakan.Ketika "orang-orang" merasa kebijakan Presiden Jokowi tak membikin hidup mereka lebih baik, maka makin sedikit alasan bagi mereka untuk memilih Jokowi kembali.

Yang saya maksud sebagai "orang-orang" ini adalah mereka yang bergelut penuh keringat dengan hidup mereka -- bukan pengamat atau analis yang "pintar" merumuskan keadaan sesuai selera mereka.

Dalam Pilpres 2014 Jokowi bisa menjual "akan", "hendak", atau sekadar "rencana". Sekarang, dalam Pilpres 2019, ia hanya punya opsi jualan: "sudah" dan "sedang".Dulu Jokowi bisa menghadapi pemilih dengan janji, sekarang hanya bisa dengan bukti.

Sepanjang perjalanan menuju 17 April 2019, Jokowi harus mengadapi orang-orang yang menilainya sebagai pembuat kebijakan yang gagal. Semakin besar himpunannya, semakin tegas titik balik Jokowi.

(3) Krisis Representasi. Ketika orang-orang yang paling dirugikan oleh keadaan merasa tak dipihaki, tak dibela, tak diwakili, maka mereka akan menolak Jokowi secara militan. Ironisnya, semilitan itulah mereka dulu mengelu-elukannya. Inilah krisis representasi.

Krisis representasi itu berpotensi melahirkan "protest voters": Pemilih yang marah dan melawan. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...