JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP), Agustinus E. Rahardjo mengatakan, bahwa integritas, kapasitas, dan kolaborasi merupakan sikap yang diharapkan muncul dari gerakan revolusi mental.
Menurut Agustinus, saat ini revolusi mental digaungkan sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi problem bangsa. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi yang pesat menyebabkan masyarakat bebas melakukan apapun tanpa kontrol diri.
“Saat ini ada revolusi jari, hanya bermodal jari dan smartphone, setiap orang mampu melakukan revolusi. Sayangnya, revolusi ini tidak dibarengi oleh mental yang sehat dan cenderung didasarkan pada kepentingan tertentu. Contohnya, hoax atau berita bohong,” ungkap Agustinus dalam Diskusi Kebangsaan yang digelar oleh DPP GEMURA di Fakultas Kopi, Setia Budi, Jakarta, Sabtu (16/2/2019).
Diskusi bertajuk, “Hoax Dimana-mana, Apakah Revolusi Mental Gagal?”, ini juga menghadirkan narasumber Bursah Zarnubi (Ketua Umum PGK), Bagiono Prabowo (Praktisi Hukum, BPI), dan Indrawati Rahmadani (Akademisi) serta Hariqo Wibawa Satria (Pengamat Media dan Politik dari Komunikonten).
Agustinus memaparkan, hoax yang disebarkan oleh oknum, tidak jarang menyasar pemerintah sehingga mengesankan bahwa kerja-kerja pemerintah tidak benar. "Ini sesuatu yang menyesatkan, bisa mengakibatkan perang saudara dan kekacauan," ungkapnya.
“Maka, melalui kementerian dan beberapa lembaga ada yang bertugas menghalau informasi bohong tersebut dengan klarifikasi berdasarkan data. Misalnya sempat heboh isu tenaga kerja asing, melalui Kemenakertrans, langsung kita sampaikan klarifikasi berita tersebut, bahkan membuat meme yang dekat dengan media sosial. Isu-isu hoax yang disebarkan cenderung menyerang pemerintah,” ucap dia.
Terlebih, lanjut Agustinus, menuju pesta demokrasi yang akan berlangsung 17 April 2019 ini, serangan hoax semakin gencar dilakukan.
Namun, dia menegaskan, pemerintahan akan menanggapinya dengan bijak. “Hoax sering menyebar melalui aplikasi WhatsApp, dan meresahkan masyarakat. Budaya saring dan “stop di kita” harus disosialisasikan untuk menghindari meluasnya berita hoax ini. Setiap berita yang datang kepada kita, cukup hentikan saja di kita dan saring sesuai dengan data atau rujukan utama,” imbuh Agustinus.
Karenanya, media yang dipercaya dan terverifikasi menjadi dasar bagi masyarakat untuk mengetahui berita yang benar.
"Literasi menjadi penting diajarkan kepada masyarakat, khususnya generasi millenial agar teknologi digunakan secara bertanggungjawab," pungkas dia. (Alf)