Opini
Oleh Muhammad Farras Fadhilsyah (Mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia/Pengamat Politik Milenials) pada hari Selasa, 19 Feb 2019 - 06:48:09 WIB
Bagikan Berita ini :

Faktor Emosional Lebih Penting Ketimbang Adu Data

tscom_news_photo_1550533689.jpg
Debat Kedua Capres, Minggu (17/2/2019) (Sumber foto : ist)

Debat kandidat adalah acara yang selalu di nantikan oleh masyarakat untuk memilih siapa yang pantas untuk dipilih sesuai dengan hati setiap orang masing masing. Dan debat juga menjadi alat untuk mengukur sebuah elektabilitas sebuah paslon. Debat kedua capres sudah kita saksikan bersama, setiap debat memiliki evaluasi nya masing-masing dari setiap paslon. Walaupun dalam perdebatan siapapun tidak bisa mengatakan siapa yang menang atau yang kalah karena hal itu adalah hal subjektif.

Dalam perdebatan kemarin memang pasangan capres 01 lebih sering mangatakan sebuah argumen data dan hasil kebijakan yang telah dilakuka Seharusnya sebagai
seorang petahana dengan mudah untuk mengikuti debat ini, karena ia bisa mengatakan argumen yang sifatnya laporan apa saja yang telah dijalankan di masa
berkuasanya. Berbeda dengan kubu penantang yang masih dalam tahap argumen yang berandai-andai dan memberi harapan saja.

Debat tidak mutlak dengan berbicara dengan data ataupun hasil kebijakan akan membuat elektabilitas meningkat. Mari kita melihat ke belakang dimana debat dalam Pilkada DKI Jakarta yang dimana Ahok sebagai petahana sangat lihai dalam berargumen dengan memberikan data yang sangat jelas, berbeda dengan kubu lawan nya yaitu Anies dimana ia lebih ke pendekatan retorika emosional.

Dan kenyataanya setiap debat telah usai elektabilitas Anies lah yang terus meningkat waktu demi waktu. Begitu juga dalam Pilpres di Amerika 2016 dimana Donald Trump
memenangkan Pilpres tersebut dengan menarik sauara dari pemilih irasional. Ini menandakan bahwa ada yang lebih penting dari sebuah argumen data di dalam debat,
yaitu pendekatan emosional.

Faktor emosional/pendekatan psikologi sosial ini sangat bermain penting dalam setiap debat atau pun argumen karena indonesia memiliki karakter dengan sifat ketimuran seperti iba (rasa belas kasihan). Watak ini lah yang menjadi dominan dimana permainan retorika emosinal lebih penting di saat ini dalam debatnya.Dan data hanyalah sebagai pemanis.

Tingkat kualitas pendidikan Indonesia saat ini yang masih rendah juga menjadi efek dimana pemilih irasional cukup tinggi. Masyarakat tidak mementingkan sebuah data karena mereka mungkin tidak mengerti apa yang di maksudkan, melainkan dengan kata-kata retorika yang mendekatkan dengan sentuhan emosional itulah yang lebih mudah diingat oleh masyarakat.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Hakim Konstitusi dan Neraka Jahannam

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Sabtu, 20 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dari semua tokoh-tokoh yang berpidato di aksi ribuan massa kemarin di depan MK (Mahkamah Konstitusi), menarik untuk mengamati pidato Professor Rochmat Wahab (lihat: Edy ...
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...