Opini
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, MT [Direktur Sabang Merauke Ciecle (SMC)] pada hari Rabu, 20 Feb 2019 - 01:27:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Land reform dan Perjuangan Rakyat

tscom_news_photo_1550600823.jpg
Dr. Syahganda Nainggolan, MT (Sumber foto : Ist)

Saya telah meminta Agustiana, pendiri atau pendukung Konsorsium Pembaharuan Agraria, agar tidak mengatasnamakan gerakan Pembaharuan Agraria dalam mengumpulkan massa petani di Periangan Timur untuk mendukung Jokowi, beberapa waktu lalu. Agustiana setuju dengan saya dan sebagai pendukung Jokowi dia sepakat bahwa belum ada Capres yang punya agenda Land reform yang jelas. (saya dan kawan2 gerakan 80an adalah pencetus pertama gerakan reformasi agraria jaman orde baru).

Apa itu landreform (reformasi agraria)? Landreform adalah redistribusi lahan pada situasi kesenjangan struktural agraria, di mana sedikit orang menguasai mayoritas lahan pertanian.

Dalam menjalankan reformasi agraria ini, Solon Barracalough, United Nation Research Institute for Social Development, 1999, mencatat berbagai redistribusi tanah diberbagai negara, di masa lalu, dilakukan dengan aksi revolusioner rakyat, seperti di Cuba, Mexico, Bolivia, dan Nicaragua. Ditempat lain, seperti di Guatemala, Puerto Rico, Venezuela dan Chili tanpa melalui revolusi. Di Korea Selatan karena ketakutan pengaruh Korea Utara yang Komunis menginfiltrasi mereka. Di Peru dan El Salvador junta militer sendiri yang berinisitif. Sedangkan di Taiwan, rezim Kuomintang takut kekuatan tuan tanah berkuasa sehingga mereka melakukan aksi "pre-emptive" mendahului para tuan tanah dengan aksi Landreform itu.

Dalam model revolusioner, biasanya tanah diambil paksa pemerintah berkuasa, tanpa ganti rugi, lalu dibagi2kan kepada rakyat miskin secara gratis. Dalam masa tidak revolusioner, bisanya pengambilalihan lahan disertai pembayaran kompensasi. Prinsipnya, cara cara di atas dimaksudkan menata struktur kepemilikan tanah di pedesaan, agar dimensi keadilan sosial bagi rakyat dapat terwujud.

Pembicaraan kita tentang Landreform ini terkait dengan debat capres kedua kemarin. Prabowo menyinggung persoalan distribusi lahan yang tidak adil di Indonesia. Jokowi menjawab aksinya dengan pemberian sertifikat lahan, bukan membagi lahan, dan pemberian pengelolaan lahan perhutanan/negara, yang mencakup 2,6 juta HA. Jawaban Jokowi ini bukanlah Landreform yang dimaksudkan Jokowi dalam Nawacita nya, di mana 9 juta atau 12 juta Ha lahan akan diredistribusi. Landreform adalah redistribusi.

Kenapa penting redistribusi?

Thomas Pikkety dalam Capital in Twenty-first Century menjelaskan kesenjangan sosial itu bersifat lintas generasi. Pertumbuhan kekayaan orang2 yang menguasai asset, di masa lalu umumnya lahan, akan mengalami akselerasi yang semakin membesar relatif dengan yang memiliki sedikit aset.

Merujuk pada Thomas Pikkety dalam sisi pertumbuhan oligarki dan Jeffrey Winters, pada sisi kesenjangan sosial, Megawati Institute telah mengeluarkan hasil studinya pada akhir 2017, bahwa oligarki pemilik kekayaan di Indonesia sudah mengalami pertumbuhan kekayaan berkali2 lipat dari rata2 orang Indonesia. Kesenjangan sosial, olehkarenanya, tidak mengalami pengurangan.

Riset Pikkety sendiri yang mengamati pertumbuhan kekayaan orang kaya sejak 1810 sampai 2010 di beberapa negara eropa, a.l. Perancis dan Inggris, termasuk pada level kota, seperti Paris, menunjukkan kesenjangan yang terus membesar, bervariasi disekitar segelintir orang menguasai harta pada tingkat 70% kekayaan nasional masing2 negara.

Berkurangnya kesenjangan sosial di sana terjadi pada saat perang dunia pertama, berlanjut pada perang dunia kedua dan sampai masa Welfare State tahun 70 an - 80 an.

Isu redistribusi di eropa, yang kurang tampil dalam pembahasan Pikkety, sesungguhnya dimulai dengan berkembangnya komunisme dan sosialisme secara pesat paska perang dunia pertama. Pikkety mengangkat sebab perang dan pengkhianatan tuan tanah dalam perang tersebut.

Ide komunisme dan sosialisme yang dicetuskan Marx dan Engels mengajarkan bahwa kapitalisme, sistem ekonomi yang berlangsung, merampok hak-hak rakyat kecil melalui alienasi buruh hanya sebagai faktor produksi serta tidakmembagi "value added" atas produksi secara adil.

Dalam sistem kapitalis itu buruh hanya akan menjadi komoditas (commodification) yang upahnya hanya cukup untuk menjual tenaganya pada pasar (reproduction), tanpa perlu terlibat dalam mengatur "value added" yang diciptakannya. Sehingga, nasib buruh akan terus miskin dan para kapitalis semakin kaya.

Satu2nya jalan untuk keadilan sosial adalah dengan menghilangkan hak privat dari orang2, menggantikan dengan hak negara.

Di negara2 non barat, karena industri belum maju saat itu, teori Marx ini diadopsi dalam kerangka pedesaan, seperti di Sovyet (Rusia) dan Cina. Di Indonesia, Soekarno misalnya, mengembangkan konsep Marhaenisme. Intinya adalah melawan kapitalis pemilik lahan.

Pengembangan teori keadilan sosial di negara2 Islam mencoba mengimbangi teori Marxisme dan Komunisme pada masa itu dengan "Sosialisme Islam", seperti yang dipromosikan HOS Tjokroaminoto di Indonesia.

Kembali kepada isu Landreform yang identik dengan redistribusi asset, sejatinya berimpit dengan ide2 keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan serata-ratanya. Sebaliknya, pembagian sertifikat2, yang merujuk pada pemikir liberal Hernando De Soto, justru dimaksudkan untuk mendorong pemilik tanah kaum marginal masuk dalam perangkap kapitalisme. Sedangkan pembagian pengelolaan lahan hutan, juga bukan Landreform, dan sudah dilakukan sejak jaman reformasi 1998.

Bahaya Oligarki dan Kesenjangan

Serangan Jokowi atas kepemilikan lahan Prabowo 340.000 HA (kata Denny JA setara dengan rata2 kepemilikan 30 juta rakyat ditotal) sejatinya perlu diapresiasi pejuang Landreform. Kenapa? 1) Apa agenda besar Prabowo jika menjadi Presiden? 2) Mungkinkah Jokowi memikirkan itu setelah tidak melakukan Landreform dalam periode pertama kepemimpinannya?

Untuk pertanyaan pertama ini, saya mendapatkan kepuasan karena Prabowo mengutarakan 3 hal, yakni: a) Prabowo berniat masuk dalam tema menghapuskan kesenjangan kepemilikan lahan, b) Prabowo bersedia tanahnya diambil negara, 3) mengutamakan pengusaha nasional dibanding asing.

Pandangan dan sikap Prabowo ini sangat jelas memungkinkan negara, jika dia menang, mampu mengontrol kepemilikan lahan dan penggunaannya.

Pemberian kekuasaan negara mengontrol lahan artinya negara mengatur atau menggunakannya sesuai pasal 33 UUD45 dan cita2 keadilan sosial. Sesuai dengan sila ke 5 Pancasila.

Jika melenceng dari cita2 keadilan sosial, maka negara bersifat serta merta dapat mengambil tanah2 yang ada.

Keadilan sosial dalam Pancasila tentu sesuai azas sosialisme ala Indonesia, di mana pembagian akses rakyat terhadap lahan dibuat merata. Konglomerat sawit misalnya, dapat melakukan bisnis konglomerasi disektor hilir, sedang pemilik lahan adalah negara yang dikuasai oleh jutaan rakyat. Jika 5 juta Hektar lahan sawit ditanami 1 juta rakyat, maka 1 juta rakyat dan keluarganya akan sejahtera. Sebaliknya, pengusaha Konglomerat dapat mengambil keuntungan dari hilirisasi sawit. Ini adalah solusi win-win atau shared prosperity (pembagian kemakmuran) yang gagal selama 74 tahun Indonesia Merdeka.

Untuk pertanyaan kedua, apakah Jokowi akan melakukan redistribusi lahan pada periode kedua, jika menang? Menurut beberapa tim inti Jokowi, secara terpisah, kepada saya beberapa bulan lalu ketika terjadi konflik Luhut Panjaitan vs. Amien Rais soal isu kesenjangan kepemilikan lahan, Jokowi akan masuk pada aksi redistribusi Lahan jika menang yang kedua kali.

Pendapat ini menarik untuk dicermati. Kenapa? Artinya Jokowi mempunyai niat pemerataan asset dan akses terhadap lahan nantinya juga. Persoalannya adalah mungkinkah itu terjadi? Mengapa harus menunggu periode kedua?

Penutup

Landreform adalah persoalan redistribusi lahan untuk keadilan sosial. Jaman Now, lahan itu bukan hanya dipedesaan melainkan juga di perkotaan. Urbanisasi yang akan mengantarkan kita menjadi negara urban (perkotaan) sebentar lagi, memiliki persoalan penting dalam isu kekuasaan taipan properti mengontrol lahan dan harga lahan. Juga mengontrol perubahan peruntukan lahan2, dari agriculture menjadi kota serta berusaha mengatur segregasi masyarakat pribumi vs. non pribumi.

Prabowo sudah tegas mengatakan siap mengembalikan lahannya kepada negara, siap menjadikan pribumi dan usahawan nasional sebagai patriot bangsa, dan siap masuk pada isu Landreform.

Tinggal kita menunggu statement Jokowi paska debat, siapkah dia masuk pada agenda Landreform sejati.

Jika kita tidak percaya keduanya mereka, maka gerakan rakyat untuk Landreform sejatinya tidak memerlukan pilpres ini. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...