Opini
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, MT [Direktur Sabang Merauke Ciecle (SMC)] pada hari Rabu, 20 Feb 2019 - 15:57:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Bantuan Rakyat Miskin dan Moralitas Elite

tscom_news_photo_1550653038.jpeg
Dr. Syahganda Nainggolan, MT (Sumber foto : Ist)

Suatu hari 25 tahun lalu saya menemani istri saya ke "kecamatan" Zuidplein, Gemeente Rotterdam, Belanda, mengambil bantuan sosial (sociale diens) sebesar 1200 Gulden.

Pemerintah Belanda menyurati istri saya, dia harus mengambil uang itu karena dari catatan mereka pekerjaan istri saya sebagai pelayan di hotel New York, Rotterdam, belum mencukupi kehidupan kami berdua.

Selain uang 1200 Gulden, pemerintah juga memberikan beberapa ratus Gulden tambahan untuk dia agar kami bisa berlibur, atau namanya Vakantie Geld.

Istri saya mengambil uang itu dengan wajah tidak terlalu senang. Sebagai lulusan baru Master Psikologi anak dari universitas tertua di Belanda, Leiden University, dia terus berusaha melayangkan surat lamaran kerja ratusan bahkan bila perlu seribu surat untuk bisa bekerja sesuai bidang keahliannya. Namun, dalam sistem negara kesejahteraan (social welfare), kewajiban negara adalah mensejahterakan rakyatnya plus memungut pajak secara progresif.

Dalam sistem negara kesejahteraan, "nilai2 Pancasila" berjalan baik. Rakyat secara otomatis mendapatkan bantuan dari pemerintah, seperti iuran BPJS, bantuan langsung tunai, bantuan anak kecil, bantuan transportasi tua jompo, bantuan transportasi siswa/mahasiswa dan segala bentuk subsidi lainnya. Istri saya harus ke Gementee (balai kota/kecamatan) sekali saja, selebihnya sistem dilakukan dengan transfer bank, tanpa perlu dibagi2kan oleh Perdana Menteri atau Raja Belanda atau Gubernur. Dan bantuan diberhentikan jika rakyatnya sudah mendapatkan gaji yang cukup.

Flexicurity

Sistem negara kesejahteraan di eropa barat umumnya dilakukan dengan konsep yang dikenal dalam istilah Flexicurity. Terminologi ini menggabungkan dua istilah yakni Flexibility Labor Market dan Social Security. Konsep pertama mendorong agar pasar tenaga kerja sangat fleksibel, artinya hubungan kerja buruh dan majikan tidak perlu terikat ketat, baik dari sisi kontrak kerja non permanen, jumlah jam kerja, dan upah. Meski yang menyangkut upah diatur dalam "minimum wage policy".

Dengan demikian negara tidak membebani perusahaan2 untuk berhadapan vis a vis dengan buruh dalam berbagai sengketa perburuhan. Bahkan, di Perancis, misalnya, pemerintah mensubsidi selisih upah yang kurang dari perusahaan, asal perusahaan itu memang tidak mampu namun penting untuk adanya lapangan kerja.

Untuk menjaga agar kaum pekerja terjamin kehidupannya, konsep Social Security mendampingi konsep Flexibility Labour Market itu dengan menjamin berbagai kebutuhan kaum pekerja untuk bisa hidup sejahtera, baik dari sisi perumahan, kesehatan dan pendidikan anak.

Dalam sistem ini, welfare vs tax system telah ter komputerize saling terkait. Tidak ada catatan individu yang bersifat manual, sehingga tidak ada dusta antara rakyat dan pemerintah. (beberapa dusta pasti aja terjadi, misalnya saat ini banyak pekerja2 Polandia di Belanda bekerja mencat/ronovasi rumah dibayar lebih murah tanpa catatan).

Moralitas Manusia

Istri saya tidak mengalami gangguan moralitas ketika mengambil uang bantuan sosial dari pemerintah Belanda saat itu. Dia ngedumel hanya karena merasa belum berhasil mandiri tanpa subsidi. Manusia akal sehat pasti bangga mandiri ketimbang disubsidi.

Di Indonesia, pemberian bantuan tunai (PKH), bantuan dana desa, bantuan iuran BPJS selalu dijadikan keramaian dan pusat tontonan di mana orang2 miskin berkumpul bak pengemis. Sebagai "pengemis" mereka dijejali ceramah bahwa Presiden lah yang memberi uang itu, seperti judul berita detik.com yang viral hari ini "Gubernur Banten Ke Warga: BPJS Sepenuhnya Dibayar Jokowi". Dan acara2 seperti ini berulang2 terjadi. Baik ucapan2 menteri yang menjejali pikiran orang miskin bahwa itu adalah uang belas kasihan, bahkan Jokowi sendiri melempar2kan bantuan dari mobilnya.

Orang2 miskin adalah manusia juga. Jika hari ini setelah kita merdeka 74 tahun dari Belanda, kita masih membuat mereka seperti pengemis, maka moral mereka sebagai manusia akan hancur berkeping2. Dan itu akan berdampak pada anak2nya sebagai anak pengemis.

Padahal sesungguhnya adanya sebuah negara dalam teori Thomas Paine, salah satu pendiri Amerika, adalah karena setiap orang di Republik itu ikut mendirikan. Tidak ada beda kaya dan miskin. Sehingga secara hak, orang2 miskin itu bukan pengemis, melainkan pemilik hak yang harus dijunjung tinggi derajatnya.

Kalau elit2 bangsa memberikan bantuan sebagai hak2 orang miskin, maka orang orang miskin tersebut adalah saudara sebangsa. Kita tidak perlu meminta terimakasih mereka kepada Jokowi. Atau jika mungkin tuntaskan aja sistem bantuan sosial ini secara komputerisasi, tanpa tatap muka.

Mari hargai manusia Indonesia. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...