JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Kemendagri menanggapi banyaknya warga yang disoal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno karena masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Sebelumnya, kubu Prabowo menganggap ada banyak data DPT tidak wajar.Berdasarkan temuan dari IT BPN, setidaknya ada 17,5 juta nama di masuk DPT. Data tersebut disebut masih belum tervalidasi dengan baik dan benar.
Salah satunya adalah terkait banyaknya warga yang lahir pada tanggal 1 Juli dan 31 Desember.
"Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli sudah berlangsung lama sejak Kemendagri menggunakan simduk (sistem informasi manajemen kependudukan)," kata Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif, kepada wartawan, Senin (11/3/2019).
Zudan mengatakan kebijakan tentang tanggal lahir 1 Juli dan 31 Desember merupakan kebijakan lama. Dalam kebijakan simduk sebelumnya, semua penduduk yang lupa tanggal kelahirannya akan ditulis lahir pada 31 Desember.
"Saat menggunakan simduk sebelum tahun 2004, semua penduduk yang lupa atau tidak tahu tanggal lahirnya di tulis 31 Desember," ujarnya.
Kebijakan pun berubah ketika berlaku sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK). Warga yang tidak ingat tanggal lahir akan dicatat lahir pada 1 Juli.
"Sejak berlaku SIAK tahun 2004, penduduk yang lupa atau tidak ingat tanggal lahirnya ditulis 1 Juli. Bila tidak ingat tanggal tapi ingat bulannya maka ditulis tanggal 15," imbuh Zudan.
"Kebijakan di atas kemudian diperkuat dengan Permendagri 19 tahun 2010," sambungnya.
Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hashim Djojohadikusumo, menyambangi kantor KPU. Hashim menyebut ada 17,5 juta nama di daftar pemilih tetap (DPT) yang mereka anggap tidak wajar.
"Kami BPN tim IT kami masih ada masalah sejumlah nama kurang lebih 17,5 juta nama ya, itu minimal. Itu namanya dianggap ganda, bisa juga dinilai invalid dll," kata Hashim di KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
Hashim mengatakan tim IT BPN melakukan verifikasi dan investigasi terhadap data Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan tahap II (DPTHP) tanggal 15 Desember 2018. Hashim mengatakan data yang dianggap tak wajar, misalnya orang yang lahir pada tanggal 1 Juli secara akumulasi mencapai 9,8 juta, tetapi pada hari lainnya seperti 2 Juli datanya hanya 520 ribu sehingga itu dianggap tak wajar.
"Pada hari-hari lain rata-rata yang lahir 520 ribu orang ya, terus tiba-tiba tanggal 1 Juli 9,8 juta, tanggal 2 Juli 520 ribu dan ini kan kita anggap nggak wajar," ujar Hashim.
Ada tiga tanggal kelahiran yang dianggap tak wajar oleh Hashim, pertama 1 Juli sebanyak 9,8 juta, tanggal 31 Desember sebanyak 5,3 juta, dan 1 Januari 2,3 juta. Dia menambahkan, BPN dan KPU akan melakukan pengecekan DPT bersamaan ke daerah terkait temuan DPT janggal tersebut. (Alf)