JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Analis politik Universitas Telkom,Dedi Kurnia Syah menyayangkan sepinya anggota dewan disidang paripurna pada Selasa (19/3/2019) lalu.
Dia menilai, malasnyaanggota parlemen berlabel "terhormat" itujelasmelanggar etika politik publik paling dasar.
"Hadir dalam sidang itu wajib secara moral dan etika politik, karena melalui sidang keterwakilan publik ditunjukkan. Setiap anggota legislatif mewakili dapilnya masing-masing, jika tidak hadir lalu siapa yang sampaikan suara publik?," ujar Dedi dalam nada bertanya, saat berbincang dengan teropongsenayan, pada Kamis (21/3/2019).
Ketika disinggung soal ketidakhadiran anggota DPR RI karena adanya kemungkinan sedang berada di daerah pilihan masing-masing, Dedi merasa hal itu tidak cukup menjadi alasan. Pasalnya, waktu bekerja parlemen telah diatur termasuk waktu untuk bertemu konstituen.
"Jika benar (sedang berada di Dapil), itu artinya mereka disorientasi (tidak memahami) jadwal. Paripurna adalah pembukaan masa sidang, lalu ditutup nanti di bulan berikutnya masa reses, selama reses itulah bertemu konstituen, paripurna itu cuma dalam hitungan jam, seharusnya mereka mengalah untuk kepentingan publik," paparnya.
Lebih lanjut, Dedi juga menyayangkan,karena pembahasan dalam sidang tergolong krusial, selain mengesahkan calon hakim konstitusi yang sebelumnya ditetapkan Komisi III, DPR juga mengagendakan perpanjangan sejumlah RUU. Pansus Angket DPR tentang Pelindo II, RUU tentang Pertembakauan, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, dam RUU tentang Daerah Kepulauan.
"Sangat menyesalkan karena ternyata prasangka baik kita selama ini, yang menganggap mereka mewakili suara publik, tidak terbukti dalam sidang paripurna kemarin," ungkapnya.
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) juga menegaskan, bahwa perilaku anggota parlemen tersebut menjadi tanggungjawab moral bersama. Agar politisi semacam itu tidak dipilih lagi pada pelaksanaan pemilu 17 April 2019 mendatang.
"Tanggungjawab moral kita bersama, untuk mengingatkan publik bahwa politisi yang malas hadir dalam rapat-rapat penting, seharusnya tidak dipilih 17 April nanti, DPR harus terbuka. Setidaknya memberikan akses publik untuk mengetahui siapa saja yang tidak hadir," tegas dia. (Alf)