Dalam debat kemarin malam Prabowo seolah menjawab tudingan Hendropriyono yang mengaitkan dukungan padanya dengan ideologi Khilafah yang bertarung dengan pendukung Jokowi yang berada di bawah ideologi Pancasila. Pernyataannya adalah akan membela ideologi Pancasila sampai titik darah terakhir. Pandangan Hendro sendiri sudah menuai kritik yang banyak di media. Dinilai sebagai pandangan keterlaluan dan mengada ada.
Menghubungkan Prabowo dengan ideologi Khilafah tidak memiliki korelasi historis dengan perjalanan karier politik dan militernya. Bahkan situasi di ruang keluarga yang beragam agama itupun mendukung penggambaran tak nyambungnya ocehan mantan Kepala BIN tersebut. Sebenarnya dunia intelijen tercoreng oleh cara pandang bekas Ketua institusi intelijen negara tersebut. Prabowo adalah nasionalis dan demokrat. Tak ada sedikitpun sentuhan ideologi Khilafah dalam dirinya. Tanpa harus menyebut "Saya Pancasila" seperti yang dilakukan oleh seorang "Petualang citra", makatak ada yang meragukan jiwa Pancasilanya Prabowo.
Menggemborkan bahaya ideologi Khilafah bagi negara Indonesia justru menutup bahaya ideologi Komunis yang lebih nyata geraknya. Ideologi komunis pernah menjadi kekuatan besar yang mencoba kudeta beberapa kali di negara kita. Apalagi pengaruh RRC semakin menguat saat ini. Program "Jalan Sutera" direspons positif oleh Pemerintah Jokowi. Dan motor operasionalnya adalah Luhut Binsar Panjaitan.
Menghadapkan Khilafah dengan Pancasila juga menutup pengaruh ideologi lain yaitu Imamah. Ini adalah gerakan Syi"ah yang diam diam "merayap" dan mencari posisi dan perlindungan di Pemerintahan Jokowi pula. Berbeda dengan gerakan Khilafah yang terang-terangan, gerakan Imamah ini diam diam dan bermain di "jalur belakang". Masalah utama yang ada adalah dukungan atau bahkan digerakkan oleh Negara Iran. Sayang Hendro sebagai orang intelijen tidak melihat potensi bahaya yang bisa datang dari gerakan ideologi Imamah ini. Dunia Islam di timur tengah telah porak poranda akibat aktivitas gerakan Syi"ah yang dikomandani Negara Iran.
Pemerintahan Jokowi yang selalu menyinggung Khilafah sebagai musuh Pancasila sesungguhnya menyinggung umat Islam. Terlepas sebagai ideologi perjuangan HTI, Khilafah ada dalam sejarah perjuangan umat Islam. Khulafaur Rasyidin adalah Khalifah penerus kepemimpinan Nabi yang mulia. Menyamaratakan aspek kekhalifahan dengan pembubaran HTI tidaklah relevan dan berlebihan.
Karenya sederhana tapi tegas pernyataan bahwa kemenangan Prabowo tidak berhubungan dengan penggoyahan ideologi Pancasila. Memukul argumen ketakutan sendiri yang sering dilempar oleh orang di lingkaran Jokowi. Sejarah panjang Pancasila tak perlu dibongkar-bongkar lagi. Kini bicara implementasi program pemerintahan yang lebih jujur, adil dan menyejahterakan.
Mencari musuh dengan sentimen keagamaan adalah jalan untuk menggali kuburan sendiri.
31 Maret 2019 (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #prabowo-subianto #pilpres-2019 #pancasila