JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pelaksanaan Pemilu Serentak 17 April masih menyisakan berbagai persoalan. Mulai dari banyaknya petugas dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang gugur saat bekerja, sampai dengan biaya operasional yang dinilai terlalu mahal.
Wakil Ketua MPR Mahyudin mengusulkan agar Pemilu 2024 yang akan datang dilakukan dengan sistem elektonik. Menurutnya, sistem ini akan jauh lebih memperbudah masyarakat dan menekan biaya politik.
"Mungkin yang akan datang bisa dipertimbangkan pemilu itu dengan sistem elektronik, yang bisa selesai setiap orang mem-vote suaranya langsung masuk. Ini zaman teknologi, zaman digital, kita masih mencoblos pakai paku," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Mahyudin menilai sudah saatnya Indonesia melakukan Pemilu dengan mengikuti perkembangan teknologi.
"Saya kira ini sudah tidak zamannya Indonesia begini. Kita ini masih di zamannya primitif. Jadi, harus ada evaluasi, perbaikan pemilu yang akan datang harus lebih baik, dan tidak boleh ada lagi korban sampai ratusan orang meninggal dunia karena lelahnya bertugas," ucapnya.
Diketahui, proses voting secara elektronik sendiri bukanlah sesuatu yang asing. Lembaga Internasional Pemilu dan Demokrasi (IDEA), yang berkantor pusat di Stockholm, Swedia, menyebut sudah ada sekitar 32 negara yang menerapkan electronic voting dalam kegiatan pemilunya.
Negara-negara tersebut antara lain Swiss, Kanada, Australia, AS (hanya di beberapa negara bagian), Jepang, Korea Selatan, hingga India.
India merupakan contoh yang tepat bila berbicara tentang electronic voting. Sistem coblosan secara elektronik ini sudah diterapkan sejak beberapa dekade silam, tepatnya saat pemilihan Majelis Konstituante di Kerala pada 1982. (Alf)