Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Sabtu, 19 Okt 2019 - 16:03:36 WIB
Bagikan Berita ini :

Membaca Pelantikan

tscom_news_photo_1571475816.jpg
Aparat gabungan berjaga-jaga di area Gedung DPR, Senayan. (Sumber foto : Ist)

H-1 Pelantikan Jokowi-Ma"ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden tidak senyaman 5 tahun yang lalu untuk momen yang sama. Kini suasana lebih "mencekam". Puluhan ribu aparat keamanan disiagakan. Pasukan tempur dan teritorial. Ironi untuk jumlah pasukan yang tidak dikonsentrasikan di Papua saat kerusuhan berlangsung. Rasionalisasinya konon gelombang aksi unjuk rasa Mahasiswa yang tidak mereda. Efek dari menggantungnya masalah Perppu yang berkaitan dengan UU KPK hasil revisi. Isu yang dilempar adalah adanya pihak yang ingin menggagalkan pelantikan.

Pelantikan dilaksanakan di tengah kontroversi. Pertama soal kecurangan sebagai sebab dari kemenangan Jokowi dalam Pilpres. Kedua, UU revisi KPK yang dipaksakan di akhir masa jabatan anggota DPR RI periode lalu padahal tidak masuk program legislasi nasional. Ketiga, skeptisme kepemimpinan Jokowi ke depan di tengah ketidakpastian persoalan ekonomi, kesenjangan sosial, dan politik yang semakin oligarkhis. Keempat, matinya "oposisi" karena hampir semua kekuatan politik merapat pada lingkaran kekuasaan. Kontrol dan keseimbangan terganggu dan melemah.

Merenungkan pada pelantikan Nabi untuk memulai menunaikan amanah, maka didapat beberapa nilai pelajaran, yaitu :

Pertama, pemimpin yang harus pandai membaca (iqra) tidak boleh buta peta dan buta rasa, mesti peka pada ayat "aspirasi" kehidupan.

Kedua, berorientasi ketuhanan (bismi robbika) bukan nafsu diri atau kepentingan materi. Mengabaikan otoritas ilahi menyebabkan kegelisahan dan kegoncangan. Murka-Nya akan ditunjukkan.

Ketiga, tertib bertahap (min "alaq) untuk mencapai keberhasilan. Bukan berangan angan atau penuh khayalan. Bila ini landasannya, pastilah langkah fan jejak akan dipenuhi kebohongan.

Keempat, senantiasa belajar dan berilmu ("alamal insana ma lam ya"lam). Pemimpin bodoh bukan teladan. Ilmu pas pasan tak pantas memimpin. Cerdas (fathonah) adalah sifat kenabian. Tidak planga plongo.

Kelima, tidak korup mengingat penyakit kekuasaan adalah korupsi (anro-ahus staghna). Penyakit itu bukan kemiskinan, tetapi kekayaan yang tidak dirasakan cukup. Akibatnya korup dan terus menumpuk numpuk.

Nah pelantikan besok bukan semata bersumpah dengan Al Qur"an di atas tetapi prakteknya ayat ayat disimpan di bawah bahkan diinjak injak, phobia pada Islam dan syari"at-Nya, serta mengecilkan dan meminggirkan aspek aspek keumatan. Jika demikian maka ini bukan pelantikan yang lurus dan bersandar iman tetapi menegaskan bahwa kepemimpinannya penuh dengan ulat ulat kemunafikan. Beda di mulut dengan di hati. Kerja hanya demi kepentingan diri dan kroni.

Andai Allah SWT tak memberi kepercayaan dengan ridho-Nya, maka kita hamba-Nya tak boleh juga mempercayainya.

Madinah, 19 Oktober 2019

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #dpr  #tnipolri  #jokowimaruf-amin  #mpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

Oleh Swary Utami Dewi
pada hari Senin, 22 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...
Opini

Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo adalah dua hal yang dapat di sebut sebagai sebab dan akibat. Putusan MK dalam gugatan Pilpres, akan menjadi sebab dan penyebab ...