Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, MT [Direktur Sabang Merauke Ciecle (SMC)] pada hari Minggu, 20 Okt 2019 - 15:23:44 WIB
Bagikan Berita ini :

Pelantikan Jokowi dan Kesabaran Revolusioner: Sebuah Renungan

tscom_news_photo_1571559824.jpg
Dr. Syahganda Nainggolan, MT (Sumber foto : Ist)

Jokowi akan dilantik sebentar lagi di gedung MPR RI. Seluruh dukun telah bergerak mengamankan peristiwa ini. Bahkan iblis terbesar penguasa laut, Nyi Roro Kidul, diundang para dukun itu untuk pengamanan. Puluhan ribu TNI Polri di seluruh pelosok negeri juga akan mengamankan pelantikan ini, khususnya 30.000 personel di Jakarta. Berbagai rute transportasi melintasi Gedung MPR dan Istana dibatasi. Kereta Api, Serpong Tanah Abang misalnya, hanya berhenti sampe stasiun Kebayoran Lama, tidak ke Tanah Abang agar tidak melintasi Gd. MPR. Car Free Day si batasi. Semua tema pengamanan menjadi sentral topik berita dan chit-chat rakyat di media sosial.

Tema pengamanan ini berbeda dengan tema pelantikan Jokowi pada 2014. Saat itu temanya pesta rakyat, riang gembira, pesta pora, dan lain sebagainya. Dengan tema pengamanan tersirat bahwa kekuatan yang mengancam Jokowi menjelang pelantikan ini sangatlah besar.

Siapakah dan atau apakah ancaman tersebut?

Pada tahun 2014, Prabowo beroposisi terhadap Jokowi. Baik dalam sikap maupun dalam agenda di DPR dan pernyataan publik. Namun, saat ini, Prabowo sudah tunduk pada Jokowi. Prabowo kemungkinan akan diberikan jatah 2 menteri plus satu jatah wakil menteri, termasuk dirinya akan menjadi Menteri Pertahanan.

Dari sisi siapa, tentu seharusnya ketundukan Prabowo pada Jokowi membuat kekuasaan Jokowi sempurna. Jika sempurna maka pesta rakyat 2019 harusnya lebih besar dari pesta rakyat 2014 lalu.

Tesis ini ternyata gagal. Topik dan anggaran pengamanan Jokowi mendominasi. Ini dapat berarti Prabowo bukanlah pemimpin yang mempunyai kekuatan, setidaknya kekuatan riil alias bukanlah macan benaran tapi mungkin dia hanya macan ompong.

Lalu siapa musuh Jokowi itu? Habib Rizieq tentu tidak punya kekuatan menggerakkan Jin Ifrid sehingga perlu dihadang Nyi Roro Kidul. Kekuatan Rizieq adalah kekuatan sikap, menyatakan tidak mendukung Jokowi dan pemerintahannya. Karena menurut Rizieq kemenangan Jokowi adalah illegal.

Tapi untuk apa 30.000 pasukan TNI Polri di siapkan mengamankan sebuah pesta? jika itu pesta kemenangan?

Kesulitan mencari siapa atau sosok musuh Jokowi membuat kita pindah pada pertanyaan apakah ancaman terhadap pelantikan Jokowi?

Pertanyaan ini merujuk pada situasi bukan sosok. Pertanyaan ini bersifat lebih abstrak.

Sebuah kekuasan memerlukan moral dan legitimasi. Moral dan legitimasi adalah spirit dan substansi. Sebuah sakral. Berbeda dengan legalitas. Legalitas adalah pengakuan hukum formal. Legalitas dapat diperoleh melalui jalan baik, namun juga dapat melalui jalan jahat. Machiavelli, Sang Guru Politik Italia, mengajari kekuasaan tanpa moralitas. Menurutnya kekuasaan tidak ada yang jahat. Katanya, "cambuklah musuhmu 100 kali, lalu besoknya cambuklah hanya 99 kali, maka kamu akan menjadi pemimpin yang baik di mata dia"

Namun, secara general, kekuasaan berkaitan dengan moral dan legitimasi tadi. Sebuah kekuasaan yang diperoleh dan dijalankan tanpa moral dan legitimasi umumnya menghantui pikiran pemimpin itu setiap malam.

Commodus, raja Roma di masa kuno, dalam film Gladiator, misalnya, menjadi raja tanpa moral dan legitimasi. Dia menjadi raja menggantikan ayahnya, Raja Marcus Aurelius, setelah membunuh secara rahasia ayahnya, dan menuduh pembunuhnya adalah Maximus, jenderal kesayangan kerajaan. Senat memberi legalitas pergantian raja dan pesta besar2an dilakukan. Namun, tanpa moral dan legitimasi, Commodus, menjadi raja yang paranoid. Commodus harus menyingkirkan semua elemen kekuatan yang dicurigai memusuhinya. Commodus menggunakan uang negara besar-besaran untuk memanipulasi adanya dukungan sah rakyat.

Apakah Jokowi mengerahkan pengamanan besar-besaran karena soal legitimasi dan moral? kita belum mengetahui secara pasti, namun dari sisi ancaman sosok, tentu dengan Prabowo mengemis jadi menteri Jokowi, soal sosok setidaknya tak ada lagi.

Kesabaran Revolusioner

Berbagai isu miring tetap diarahkan rezim Jokowi bahwa kekuatan-kekuatan yang akan menggagalkan pelantikan Jokowi eksis. Projo, organ pemenangan Jokowi, menyebarkan spanduk diberbagai penjuru ibukota "Kawal Terus Pelantikan Jokowi-Makhruf Amin". Polri mengidentifikasi ada rencana bom bunuh diri. Nasdem mengatakan "pendukung #02 belum move on" Dll berita media online. Termasuk mengaitkan gerakan demo mahasiswa kemarin dengan urusan pengggalan pelantikan.

Bagi pendukung #02, tentu saja tuduhan atau penggiringan penggagalan pelantikan Jokowi terhadap mereka adalah sebuah "misleading".

Dari berbagai media yang dapat kita pantau tidak satupun pernyataan Habib Rizieq Sihab, pemimpin oposisi utama, menyatakan seruan penggagalan pelantikan. Begitu juga ulama2 sentral dalam ijtima Ulama, tidak ada satupun yang melakukan gerakan makar itu.

Seruan penggagalan misalnya datang dari Sri Bintang Pamungkas, tapi Sri Bintang sudah menyerang Jokowi sejak kasus makar 2016 lalu. Dan Sri Bintang tidak mengaitkan dimensi waktu dalam melawan Jokowi.

Abdul Basith yang dituduh akan melakukan serangan Bom Molotov (bukan bom C4), dan membuat kekacauan, bukanlah ulama atau figur sentral dalam gerakan ijtima Ulama maupun kekuatan non ulama anti Jokowi.

Sehingga, kelompok masyarakat yang tidak memberikan legitimasi dan moral bagi kekuasaan Jokowi, sesungguhnya tidak melakukan gerakan penggagalan atas pelantikan Jokowi.

Dari segi ini, maka Habib Rizieq dan kekuatan rakyat (underground) yang menyatakan atau merasakan tidak mendukung Jokowi pada periode kedua ini, mempunyai kemampuan mengendalikan diri, sehingga tidak terpancing pada politik kekuasaan kontemporer. Ini adalah sebuah kemajuan besar politik umat Islam, khususnya, dan rakyat oposisi umumnya, yakni memelihara kesabaran (meski mungkin terhina telah mendukung Prabowo?).

Politik dengan kesabaran adalah sebuah politik ajaran nabi, bukan Machiavelli. Melihat politik bukan sekedar ambisi berkuasa, mengemis-ngemis jadi menteri, merampok harta negara, dan lain sebagainya. Politik kesabaran adalah politik merujuk pada John Lock, bahwa pemimpin adalah sebuah pengabdian pada kontrak sosial. Menjadikan rakyat sebagai penguasa sesungguhnya.

Pada saat ini kita akhirnya mengetahui sebuah fakta sosial: rezim Jokowi membangun tema keamanan, sedangkan Rizieq Sihab dan kaum oposisi mengutamakan kesabaran revolusioner. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowimaruf-amin  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

Oleh Swary Utami Dewi
pada hari Senin, 22 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...
Opini

Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo adalah dua hal yang dapat di sebut sebagai sebab dan akibat. Putusan MK dalam gugatan Pilpres, akan menjadi sebab dan penyebab ...