Oleh Ton Abdillah Has (Penulis adalah Fungsionaris DPP Partai Golkar) pada hari Kamis, 14 Nov 2019 - 19:12:49 WIB
Bagikan Berita ini :
Sebuah Refleksi Jelang Munas Golkar

Robohnya Penyangga Partai Kami

tscom_news_photo_1573733569.jpg
Ton Abdillah Has (Fungsionaris DPP Partai Golkar) (Sumber foto : istimewa)

Pemilu 1999, setahun pasca kejatuhan Orde Baru yang lekat dengan Golkar, banyak yang terperangah ketika perolehan suara Partai Golkar masih sangat signifikan. Menjadi pemenang kedua dengan perolehan 22,4% suara, Golkar menunjukkan tajinya di era baru politik Indonesia. Perolehan hebat tersebut diraih di tengah badai hujatan, cacian, hinaan hingga tuntutan pembubaran Golkar oleh sebagian elemen masyarakat. Bahkan di sejumlah daerah, kantor Golkar menjadi sasaran pembakaran.

Akbar Tanjung yang memimpin Golkar di masa transisi, menyebut keberhasilan tersebut sebagai kesuksesan Golkar mentransformasi diri menjadi partai politik, Partai Golkar dengan paradigma baru. Keberhasilan tersebut juga merupakan buah konsolidasi tiada henti. Hingga kini, Akbar Tanjung merupakan ketua umum yang paling sering mengunjungi daerah-daerah dan bersilaturahim dengan pengurus Golkar daerah.

Namun demikian, tanpa disadari banyak orang, dibalik kemampuan Golkar bertahan dari badai perubahan tersebut, sebenarnya terselip alasan kokohnya penyangga partai yang menjadi tulang punggung pemulihan dukungan dan citra Golkar. Selain memiliki ormas Trikarya (Kino) serta sejumlah ormas yang didirikan secara resmi, Golkar menguasai sejumlah organisasi yang menjadi penguat sumber daya organisasi, baik dalam hal kaderisasi, massa hingga sumberdaya logistik.

Hampir di semua sektor, kader-kader Golkar menempati posisi strategis di organisasi-organisasi yang meliputinya, seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di kalangan petani, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di kalangan pemuda, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di kelompok pengusaha, begitu pula di kalangan buruh, nelayan, pegiat koperasi, dunia olahraga, pendidik, cendikiawan, alim ulama hingga artis.

Karakter ini tidak lah mengherankan, karena secara historis, kelahiran Golkar memang bermula dari berhimpunnya banyak ormas ke dalam Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Artinya, secara kesejarahan, relasi Partai Golkar dengan hampir semua organisasi kemasyarakatan di Indonesia adalah relasi saling memberi manfaat, relasi kekaryaan. Sehingga meskipun kekuasaan Orde Baru berakhir, Partai Golkar dengan paradigma barunya tetap meneruskan tradisi tersebut.

Namun demikian, kini nampaknya jangkauan Golkar pada sejumlah ormas berpengaruh di atas kian lama kian hilang. KADIN dan HIPMI adalah dua contoh nyata di mana pengaruh Golkar kian pudar di dalamnya seiring tampuk kepemimpinan di dua organisasi tersebut yang tak lagi dipimpin kader-kader Golkar. Begitu pula dengan KNPI, organisasi besar yang kini terbelah tiga dan pengaruh kader-kader muda Golkar di kepengurusan KNPI pusat hingga daerah makin berkurang.

Pada organisasi olahraga raksasa seperti sepakbola yang dibawahi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), degradasi pengaruh kader-kader Golkar tak hanya terjadi di tingkat pusat, kini semakin sedikit pengurus sepakbola level provinsi bahkan klub yang dipimpin kader-kader Golkar. Padahal, suporter sepakbola yang dikenal fanatik merupakan kelompok massa yang sebenarnya tidak boleh dipunggungi.

*Rethingking Golongan Karya*

Era pemilu liberal di Indonesia membuat Golkar mesti menyusun ulang rumusan guna menjangkau pemilih. Sebuah tantangan yang sungguh tak mudah, karena kini selain fakta bahwa Golkar makin kehilangan kendali atas banyak organisasi yang memiliki jangkauan pada massa pemilih, kecenderungan pemilih masa kini juga semakin independen disebabkan era digital dan besarnya pengaruh media sosial yang membuat pemilih makin tak bergantung pada simpul tradisionilnya.

Sebagai partai politik yang telah mengikrarkan dirinya sebagai golongan orang-orang yang berjuang (berkarya), bentuk baru politik Indonesia disertai pergeseran sosiologis yang menyertainya, membuat Golkar niscaya menyesuaikan diri agar terus bisa terhubung serta meraih dukungan dari kelompok-kelompok kekaryaan ini. Golkar niscaya memerlukan rethingking agar idealitas kelahirannya bisa terus kompatibel dengan realitas masa kini.

Rethingking Golongan Karya ini tentu tidak semata memerlukan perubahan paradigma hingga konsep operasionalnya, melainkan mungkin pula memerlukan penyegaran aktor yang diharapkan dapat memimpin Golkar dengan cara baru. Cara baru dalam mengorganisir komponen kekaryaan di tengah bangsa Indonesia tersebut diharapkan menjadi jawaban atas terus tergerusnya perolehan suara Golkar dari pemilu ke pemilu di era demokrasi liberal ini. Semoga..

Wallahu"alam bishowab.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...