Oleh Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa pada hari Senin, 27 Jan 2020 - 09:30:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Cawagub DKI Alot, Kenapa?

tscom_news_photo_1580092218.jpg
Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa (Sumber foto : Istimewa)

Beberapa bulan setelah Sandi mundur dari wagub, saya dan beberapa teman di MPI (Majelis Pelayan Indonesia) membincangkannya: "kalau lama dan alot, Anies akan jadi sasaran. Akan ada tuduhan Anies gak mau ada wagub. Supaya tuduhannya terlihat sempurna, maka ditambah kalimatnya: Anies gak ingin ada matahari kembar. Wow!

Seorang teman bilang:" Prabowo kalah di pilpres, wagub DKI akan direbut kembali oleh Gerindra". Sampai disini, logis kalau kemudian prosesnya alot. Rupanya ada design untuk mengulur-ngulur, supaya ada alasan untuk take over jika Prabowo kalah di pilpres.

Ternyata benar, proses pengajuan cawagub DKI alot. Dimana alotnya? Jawaban atas pertanyaan ini akan memperjelas benar atau tidaknya tuduhan segelintir orang ke Anies. Kalau alotnya di meja Anies, maka tuduhan itu benar. Tapi kalau lancar di meja Anies, kenapa pula Anies yang disasar? Ini logika dasar untuk membuat kesimpulan. Gak perlu harus pinter untuk menyimpulkan logika sederhana ini.

Mekanisme pergantian wagub: Partai pengusung mengusulkan dua nama. Dua nama diserahkan kepada gubernur untuk diajukan ke DPRD. Gerindra-PKS sepakat mengusulkan Ahmad Saikhu dan Agung Yulianto. Surat sampai ke meja gubernur, dan oleh gubernur langsung dilanjutkan ke DPRD.

Di DPRD gak dibahas. Dibiarin. Tak ada pembentukan panitia, tak ada pembahasan tatib, apalagi sampai sidang paripurna. Hingga anggota DPRD 2014-2019 masa baktinya habis, tak juga ada paripurna. Adakah salah Anies disini?

Setelah terpilih dan anggota DPRD baru periode 2019-2024 dilantik, Gerindra justru bermanuver. Ajukan empat nama ke PKS. Silahkan PKS pilih satu untuk disandingkan dengan calon dari PKS. PKS kaget, tersinggung dan marah. Katanya diserahkan ke PKS, kok Gerindra mengajukan nama? Alasan Gerindra, karena kader PKS tak diterima oleh mayoritas anggota DPRD. Belum paripurna, belum ada pemilihan, kok buru-buru bilang gak diterima, begitu protes PKS.

Apakah termasuk anggota DPRD dari Gerindra yang ikut menolak kader PKS? Atau malah anggota Gerindra yang jadi inspirator dan promotornya?

Gara-gara kasus ini, kongsi PKS-Gerindra pecah. Teman, tapi tak lagi bersekutu. Begitu kesimpulan Sohibul Iman, presiden PKS. Berpaling dari PKS, nampaknya Gerindra mulai membuat sekutu dengan PDIP. Gerindra-PDIP satu suara di DPRD DKI, menolak calon dari PKS. Ini baru terang!

PKS sadar posisinya terjepit. Abaikan, kasihan rakyat. Hak rakyat untuk memiliki dan dapat pelayanan wagub terabaikan jika PKS gak mau tanda tangan. Terpaksa, PKS terima usulan Gerindra. Dua nama akhirnya dikirim ke gubernur dan dilanjutkan ke DPRD, yaitu Ahmad Reza Patria dari Gerindra dan Nurmansyah Lubis dari PKS. Sampai disini, tak ada keterlibatan Anies. Kecuali berkewajiban meneruskan dua nama itu ke DPRD sesuai perintah undang-undang.

Jika alasan Gerindra bahwa kader PKS gak diterima DPRD, berarti besar peluangnya yang akan jadi adalah Ahmad Reza Patria. Soal ini kita tunggu saja. Yang publik perlu tahu, ini bukan soal person. Bukan soal Reza Patria dan Nurmansyah Lubis. Kedua orang ini adalah tokoh yang kredibel dan punya integritas. Ini lebih pada soal proses politik yang seringkali mengabaikan tatakrama dan etika.

Ada yang bertanya: Kenapa proses cawagub DKI harus sealot itu? Kenapa Gerindra-PDIP begitu ngotot dan berupaya keras mengganjal kader PKS? Ada dua faktor. Pertama, lebih karena faktor Prabowo. Prabowo tak serius menyerahkan jatah wagub DKI ke PKS. Ini soal karakter dan komitmen personal. Catat!

Kedua, ini kuat hubungannya dengan pemilu 2024. Posisi wagub DKI strategis untuk melakukan kampanye pemilu 2024 di DKI. Wagub berpeluang nyalon gubernur setelah Anies besar kemungkinan akan nyalon presiden. Posisi Wagub dengan aset kekuasaan di tangan akan sangat strategis untuk kampanye pilkada, pileg dan pilpres.

Dua faktor ini jadi sebab dominan kenapa PKS sulit menembus permainan politik di DPRD DKI yang saat ini dikuasai oleh PDIP (25 kursi) dan Gerindra (19). Ditambah lagi hadirnya delapan kursi dari PSI yang selama ini tampak tampil kontra PKS. Total jumlah kursi tiga partai ini adalah 52 kursi. Mayoritas!

Jadi, soal ini sama sekali tak ada kaitannya dengan Anies. Murni dinamika politik DPRD DKI yang permainannya sedang didominasi oleh PDIP dan Gerindra, yang besar peluangnya mendapat dukungan PSI.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...