Zoom
Oleh Rihad pada hari Sunday, 29 Mar 2020 - 07:00:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Di Balik Kisah ā€˜ā€™Ancaman Mogokā€ Dokter dan Perawat

tscom_news_photo_1585414679.jpg
Pesan perawat untuk warga agar tinggal di rumah (Sumber foto : instagram)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Kabar yang menyedihkan terjadi di Puskesmas Aikmel, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Para tenaga medis menggunakan jas hujan sebagai pengganti Alat Pelindung Diri (APD), untuk menangani pasien kasus Covid-19. Kepala Puskesmas Aikmel, Mawardi mengatakan, petugas medis di Puskesmas Aikmel melawan ancaman Covid-19 dengan APD seadanya. Jas hujan dibeli di toko. "Tutup kepalanya pakai plastik shower, dan kaca mata google," katanya kepada wartawan, Jumat (27/3/2020). Inilah salah satu gambaran tentang kekurangan APD yang terjadi di beberapa tempat baik di rumah sakit maupun di klinik.

Kabar ini bertentangan dengan pernyataan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto. Ia menyatakan APD sudah mencukupi. "APD sudah kita dapatkan sekitar 10.000 lebih kemudian masker juga lebih dari 150.000. Kemudian sarung tangan dan sebagainya," kata Yuri, Jumat (22/3/2020). "Artinya posisi logistik kita untuk layanan perawatan di rumah sakit cukup," ujar dia.

Kekurangan APD ini sudah berlangsung lama dan masalahnya sudah sangat serius. Karena itu wajar muncul sebuah edaran dari Ikatan Dokter Indonesia ( IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang menyatakan tidak mau merawat pasien jika APD tidak tersedia.

Pernyataan itu semula dianggap sebagai ancaman mogok. Tetapi Ketua Umum IDI Daeng M Fakih meluruskan, bahwa yang dimaksud adalah tenaga medis jangan merawat pasien tanpa menggunakan APD karena itu membahayakan jiwa. Daeng M. Faqih menyatakan hal ini lantaran ketersediaan APD tidak dapat mengimbangi lonjakan jumlah pasien positif Covid-19 yang terus meningkat.

Sebelumnya, IDI Jawa Barat bahkan sudah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menyediakan pasokan APD bagi tenaga medis, khususnya dokter. Alasannya, APD tersebut merupakan syarat mutlak bagi dokter yang merawat pasien COVID-19. Menurut Ketua IDI Jawa Barat Eka Mulyana, kendala kekurangan APD ini diketahui berdasarkan laporan seluruh anggota satuan tugas penanganan COVID-19 di 34 rumah sakit. Bahkan sebut Eka, di tingkat fasilitas kesehatan dan puskesmas, APD tersebut menjadi barang langka. "Hampir semua teman kami di semua cabang kota kabupaten, terkendala dengan kurangnya alat pelindung diri," kata Eka kepada wartawan Minggu, 22 Maret 2020.

Keluhan Dokter

Salah satu dokter di Bandung mengabarkan APD dalam kondisi terbatas. "Kami masih terbuka untuk pihak-pihak yang berniat mendonasikan APD seperti masker, hazmat, google, dan face shield kepada kami," kata dokter yang tak bersedia disebut mamanya kepada teropongsenayan.

Dia menceritakan, di Rumah Sakit Hasan Sadikin, saat ini kegiatan lebih difokuskan ke pelayanan. "Kami para residen di Departemen Ilmu Penyakit Dalam dibagi menjadi beberapa tim jaga, ada tim IGD, tim ruangan isolasi infeksi khusus, tim jaga ruangan, dan tim poli. Sistem kerja per 12 jam, bagi yang sudah selesai shift dapat beristirahat," katanya.

Dokter lain juga merasakan kekurangan APD. “Setiap hari kami menerima dan menangani pasien positif Covid-19 tapi kami tidak memiliki APD yang lengkap untuk perlindungan diri kami. Bahkan, persediaan masker N95 menipis dan perlengkapan lainnya. Kami mau memakai apa?" kata Erlina Burhan dokter ahli paru-paru sekaligus Tim Covid-19 di Rumah Sakit (RS) Persahabatan, Jakarta Timur dalam video conference, Ahad (22/3).

"Tolong pemerintah segera memberikan APD kami. Kami tidak butuh uang, tapi kami butuh barang yaitu perlengkapan APD.”

Para dokter, kata ia, juga manusia yang memiliki imunitas yang berbeda-beda. Jika imunitasnya rendah dan tidak memakai APD para dokter juga akan terkena Covid-19. “Semua dokter saat ini sedang berjuang untuk menangani pasien Covid-19. Mereka tidak pulang karena takut menularkan ke anggota keluarganya. Tolong kami memiliki imunitas yang berbeda ditambah lagi tidak memakai APD. Kami bisa tumbang," ujarnya.

Erlina sedih ada dokter yang akhirnya terkena virus dan meninggal. Menurutnya, hal tersebut sebagai pembelajaran. "Kami harus bekerja sama baik pemerintah dan masyarakat. Kami saja yang di pusat begini. Bagaimana yang di daerah?” kata dia.

Penghargaan untuk Tenaga Medis

Meski banyak kekurangan, perjuangan dokter dan perawat serta tenaga medis lainnya mendapat apresiasi masyarakat. Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, Mohammad Syahril, menceritakan banyaknya karangan bunga sebagai apresiasi lantaran petugas kesehatan berjuang di tengah kegalauan dan kepanikan banyak orang terhadap Covid-19. ”Tidak hanya di rumah sakit ini, tetapi di seluruh rumah sakit yang merawat pasien Covid-19, semua sedang berjuang melawan Covid-19,” katanya.

Dia berharap kondisi ini dapat mengetuk pintu hati para donatur untuk meringankan beban petugas kesehatan sekaligus memastikan mereka tetap aman. Hal itu bisa diwujudkan melalui penyediaan alat pelindung diri. Menurut Syahril, perawatan seorang pasien Covid-19 membutuhkan 20 set alat pelindung diri per hari. Jumlah itu menjadi banyak lantaran setiap petugas, baik medis maupun non medis, yang melakukan kontak dengan pasien wajib mengenakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri hanya bisa sekali pakai. Setelah dipakai, alat pelindung diri tersebut harus dibuang. "Terkait alat pelindung diri, kami mohon bantuan betul bagi donatur, ini saatnya untuk memberi kepada kita semua agar kita tidak kekurangan dan seluruh petugas kesehatan terlindungi dalam bekerja,” kata Syahril.

Harus Ditindak

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mendorong Polri dan Kementerian Perdagangan menyelidiki kelangkaan stok alat pelindung diri (APD) bagi para dokter dan perawat. "Saya meminta Polri bekerja sama PPNS dari Kementerian Perdagangan agar turun menyelidiki apa yang dikeluhkan oleh para tenaga medis dan rumah sakit ini," kata Arsul beberapa waktu lalu.

Ia meminta Polri dan Kemendag mengecek arus suplai dan distribusi APD. "Bisa jadi kelangkaan APD itu karena stok menipis akibat permintaan melonjak pesat. Namun kemungkinan ini termasuk yang harus diselidiki. Perusahaan dan supplier APD itu kan tidak banyak. Jadi para penyelidik mudah-mudahan tidak banyak menemui kesulitan," ujar dia.

Arsul mengingatkan ketentuan pidana dalam UU Perdagangan No 7/2014 bagi pihak yang menimbun atau menyimpan barang saat terjadi kelangkaan. Ketentuan pidana itu, kata Arsul, tertuang dalam Pasal 107-108 UU Perdagangan. "Dengan menggunakan Pasal 107, Polri atau PPNS yang berwenang memproses hukum terhadap siapa pun yang menimbun atau menyimpan barang penting seperti APD pada saat terjadi kelangkaan sedangkan barang tersebut dibutuhkan," ujar dia.

"Ancaman hukuman pidananya sampai dengan lima tahun penjara dan denda Rp 50 miliar. Sedangkan berdasarkan Pasal 108, mereka yang melakukan manipulasi data atau informasi mengenai barang penting seperti APD tersebut diancam pidana penjara empat tahun dan denda Rp 10 miliar," ujar Asrul.

Sebagai catatan, hingga Jumat (27/3/2020) 10 dokter meninggal dan satu perawat meninggal terkait tugas mereka menangani pasien virus Corona. Semoga ini yang terlahir. (laporan Givari Aprima)

tag: #corona  #idi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Zoom Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...