JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pemeriksaan virus corona menggunakan rapid test menjadi polemik karena punya keterbatasan. Bahkan beberapa negara mulai meragukan akurasinya. Di Indonesia juga rapid test dipakai untuk prediksi awal saja. Seseorang yang negatif rapid test bukan jaminan bebas Corona karena butuh beberapa hari bagi pembentukan antibodi untuk melawan virus. Sedangkan yang positif rapid test belum pasti karena COVID 19.
Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan (Kapusdokkes) Polri Brigjen Pol Musyafak menegaskan rapid test tidak memastikan positif corona. “Akurasi rapid test hanya 80 persen, tidak seperti Swab yang akurasinya mendekati 100 persen,” kata Musyafak, Rabu (1/4/2020). Pernyataan ini terkait dengan adanya 300 siswa polisi di Sukabumi yang positif hasil rapid test.
Pada akhirnya, mereka yang positif rapid test harus menjalani tes Swab. Dengan tes Swab baru ada kepastian apakah positif Corona atau tidak. Yang jelas rapid test dan Swab sangat berbeda. Berdasarkan berbagai sumber, ada sejumlah perbedaan antara rapid test dan Swab.
Sampel Yang Dipakai Berbeda
Rapid test menggunakan sampel darah. Sedangkan pemeriksaan swab menggunakan sampel lendir yang diambil dari dalam hidung maupun tenggorokan.
Cara Kerja
Rapid test menggunakan IgG dan IgM yang ada di dalam darah. IgG dan IgM merupakan antibodi untuk virus di dalam tubuh. Ini adalah sebuah mekanisme yang rajin ketika tubuh diserang oleh virus maka antibodi akan mencoba melawannya. Pemeriksaan versi cepat ini hanya membutuhkan waktu 15 menit.
Dengan adanya antibodi tersebut orang akan dinyatakan sebagai positif. Masalahnya adalah antibodi terbentuk karena adanya virus COVID-19 atau virus lain?
Pada tes swab, lendir diperiksa menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Dari tes di laboratorium akan terlihat nyata apakah ada virus Corona atau tidak. Masalahnya untuk mengetahui hasil tes diperlukan waktu lebih lama, bisa beberapa jam hingga beberapa hari. Hal ini sangat tergantung dari peralatan yang ada di laboratorium.
Cara Memahami Hasil Tes
Jika hasil rapid test ternyata positif maka kemungkinan ada dua, memang terjadi infeksi karena Corona atau karena virus lain. Sementara jika negatif, orang tersebut tidak boleh merasa aman 100 persen dari COVID 19. Pasalnya, antibodi akan terbentuk beberapa hari sesudah virus masuk. Seseorang harus tetap di rumah menjaga jarak dengan orang lain, karena masa inkubasi virus COVID 19 paling lama 14 hari.
Rapid Test Mulai Diragukan?
Kesalahpahaman penggunaan rapid test menimbulkan masalah pelik di negara yang menggunakan alat ukur cepat buatan China ini. Belanda menyebut alat pengetesan cepat yang diimpor dari China memiliki kualitas meragukan. Sebelumnya, Spanyol juga mengembalikan alat tes cepat ini.
Terkait kualitas alat pengujian cepat ini, Beijing mengungkapkan bahwa alat yang mereka jual kepada Spanyol dibeli dari perusahaan bernama Bioeasy. Bioeasy merupakan perusahaan China yang tidak memiliki lisensi untuk membuat alat pengujian cepat COVID-19. Terkait insiden ini, Pemerintah China menyatakan akan menginvestigasi Bioeasy.
Dikutip New York Times, Bioeasy menyatakan kemungkinan adanya kesalahan dalam penggunaan alat tersebut yang membuat hasilnya tidak akurat.
Sedangkan South Morning Post melaporkan lebih dari 100 perusahaan memasok peralatan tes cepat ke Eropa. Masalahnya banyak yang tidak memiliki lisensi yang dipersyaratkan pemerintah Beijing.