Oleh Alfin Pulungan pada hari Kamis, 09 Apr 2020 - 13:44:02 WIB
Bagikan Berita ini :

CORE: Anggaran Rp405,1 T untuk Atasi Wabah Mengandung 4 Risiko

tscom_news_photo_1586414436.jpg
Ilustrasi beban keuangan negara (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Pemerintah telah menyatakan akan menambah stimulus anggaran untuk membendung arus penyebaran virus korona atau Covid-19 sebesar Rp405,1 T. Namun, suntikan keuangan ini diprediksi akan memperlebar defisit APBN 2020 dengan estimasi mencapai 5,07% terhadap PDB atau sebesar Rp 852 triliun.

Pelebaran defisit di atas ambang 3% PDB bahkan diputuskan hingga tahun 2022. Pelebaran defisit anggaran sebagai konsekuensi kebijakan penanganan dan stimulus fiskal yang pemerintah tempuh dalam menghadapi Covid-19 di Tanah Air.

Adapun pelebaran defisit ini ditujukan pada tiga prioritas yaitu mempercepat penanggulangan Covid-19, memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak, dan melindungi ketahanan dunia usaha. Pelebaran defisit anggaran ini akan mengakibatkan kebutuhan pembiayaan turut meningkat.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah dan Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet dalam laporan terbarunya, Kamis (9/4), menilai setidaknya ada empat potensi risiko yang perlu diantisipasi pemerintah akibat pelebaran defisit dan pembiayaan anggaran hingga tahun 2022.


TEROPONG JUGA:

> Jokowi Anggarkan Rp 405,1 Triliun untuk Atasi Corona, Anggaran Kementerian Akan Dihemat

> Tak Hanya Ekonomi yang Akan Ambruk, Kemiskinan juga Akan Meningkat Akibat Wabah Corona


Pertama, risiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah. Melebarnya defisit akan mendorong pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) sebagai salah satu sumber pembiayaan. Namun, penerbitan SUN masih bergantung pada investor asing, di mana sekitar 35% kepemilikan SUN oleh investor asing.

Porsi tersebut dinilai relatif besar jika dibandingkan dengan negara-negara peer seperti Thailand, Malaysia, ataupun China sehingga menjadikan struktur pembiayaan anggaran sangat rentan terhadap pelarian modal secara tiba-tiba (sudden capital outflow).

"Contoh teranyar bisa dilihat pada bulan Februari dan Maret lalu ketika dana asing keluar sebanyak Rp 145 triliun dari surat utang pemerintah. Dampaknya imbal hasil SUN meningkat dan beban biaya penerbitan SUN di masa mendatang menjadi lebih besar,” kata Piter dan Yusuf.

Kedua, risiko pelemahan nilai tukar. Risikosudden capital outflowpun pada gilirannya akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi ini sudah terlihat di mana Januari-Maret, rupiah terdepresiasi 17,4% akibat keluarnya modal asing dari pasar keuangan. Pelemahan rupiah pun menjadi salah satu yang terdalam di dunia.

Ketiga, risiko terjadinyacrowding-out. Menurut CORE, hal ini bisa terjadi karena pelebaran defisit anggaran akan menyerap banyak likuiditas dari perbankan. Dampaknya, swasta akan semakin kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri.

"Kalaupun mereka mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri melalui penerbitan surat utang (obligasi), mereka harus menawarkan surat utang dengan imbal hasil yang lebih tinggi untuk bersaing dengan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah,” terangTim Ekonom CORE tersebut

Keempat, risiko peningkatan utang luar negeri (ULN) swasta. Jika sektor swasta kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri, opsi utang luar negeri pun akan menjadi pilihan yang lebih menarik, terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung menurun.

CORE memperingatkan, peningkatan utang luar negeri swasta perlu menjadi perhatian karena 89% ULN swasta berdenominasi dollar AS dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar.

Risiko pun bertambah bagi swasta yang menjual barang dan jasa yang terkait komoditas. Sebab, potensi pelemahan harga komoditas bisa berdampak terhadap memburuknya arus kas (cashflow) perusahaan dan berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar.

"Faktanya pertumbuhan utang luar negeri swasta yang bergerak di sektor komoditas lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lain seperti manufkatur ataupun keuangan,” ujarnya.

Guna mengantisipasi risiko tersebut, lanjut Tim Ekonom ini, CORE Indonesia merekomendasikan tiga hal dalam pembiayaan defisit fiskal pemerintah, antara lain:

1. Pemerintah hendaknya mendahulukan penerbitan surat utang atau SUN domestik berdenominasi Rupiah dengan mengutamakan skema pembelian oleh Bank Indonesia.

2. Meskipun Rupiah dalam tekanan pelemahan akibat ketidakpastian pasar keuangan global, pemerintah tidak perlu terburu-buru menambah suplai dollar dengan menerbitkan SUN Global.

3. Meskipun penerbitan SUN Global dibutuhkan karena negara memang kekurangan dollar akibat menurunnya ekspor, penerbitan SUN Global dapat dilakukan ketika wabah covid-19 sudah mereda dan sentimen pasar mulai pulih.

tag: #core-indonesia  #corona  #utang-pemerintah  #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Lainnya
Berita

Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Bank DKI kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan terbaik kepada nasabah khususnya dalam layanan digital. Melalui kerja sama dengan PT Jalin Pembayaran ...
Berita

DPR Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi UU

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-14, di ...