JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Beberapa hari lalu, Amerika Serikat (AS) sempat tegang kepada Arab Saudi. Pasalnya, negeri kerajaan di Timur Tengah itu ogah menurunkan produksi minyaknya, sehingga harga minyak dunia merosot tajam.
Kondisi tersebut produsen minyak AS tak dapat lagi menampung kiriman minyak dari Arab Saudi, karena jumlah pembeli minyak jauh berkurang. Hal ini kemudian disampaikan kepada Donald Trump untuk bisa menekan Raja Salman bin Abdul Aziz bin Saud.
Dalam perselisihan itulah, Trump mengancam akan menarik dua pelontar peluru kendali Patriot dari Arab Saudi. Peluru tersebut diandalkan menjadi benteng pertahanan Arab Saudi dari kemungkinan serangan dari Iran.
Namun setelah minyak dunia kembali naik dan menembus angka US$30 per barel. AS baikan lagi. Lewat hubungan telepon, menurut Gedung Putih yang dikutip reuters.com (9/5/2020), AS menegaskan kembali kemitraannya dengan Riyadh.
"Kedua pemimpin sepakat tentang pentingnya stabilitas di pasar energi global, dan menegaskan kembali kemitraan pertahanan AS-Saudi yang kuat," kata juru bicara Gedung Putih Judd Deere. "Presiden dan Raja Salman juga membahas masalah regional dan bilateral penting lainnya dan kerja sama mereka masing-masing sebagai pemimpin G7 dan G20."
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sebelumnya mengonfirmasikan bahwa rudal itu akan ditarik. Namun begitu bukan berarti dukungn AS terhadap Arab Saudi berkurang. “Bukan berarti Iran tidak lagi sebagai ancaman,” ujarnya.