Oleh Asyari Usman, pengamat sosial pada hari Sabtu, 15 Agu 2020 - 22:47:55 WIB
Bagikan Berita ini :

Jokowi Aktifkan Reseptor Ekspansionisme China

tscom_news_photo_1597506475.png
Asyari Usman (Sumber foto : Ist)

Kemarin (13/8/2020), tokoh Reformasi yang terkenal vokal, Prof Amien Rais, menyampaikan semacam “pledoi” politik sebagai tanggapan terhadap kebijakan Presiden Jokowi. Acara berlangsung di komplek kuliner Pulau Dua, Senayan.

Tokoh politik yang tak pernah ‘kapok’ ini memberikan judul pledoinya “Pilihan Buat Pak Jokowi: Mundur atau Terus”. Pak Amien menamakan pledoi politik ini sebagai “Risalah Enteng-entengan”. Tapi, kontennya sangat berat. Inilah serangan politik dengan ‘lethal weapons’ (senjata maut).

Risalah ringan Pak Amien ini berisi 13 poin. Beliau menyebutnya “bab”. Di antara ke-13 bab itu, ada beberapa poin penting yang secara kolektif berisi kesimpulan bahwa, sengaja atau tidak, Presiden Jokowi telah mengaktifkan reseptor untuk ambisi ekspansionisme China atas Indonesia. Reseptor itu besar jumlahnya. Pak Amien memperkirakan ada sekitar 10 juta ‘cell’. Dan semua reseptor itu sangat ‘kompatibel’ (cocok) dengan virus kolonial China.

Pak Amien tampaknya tidak berlebihan. Reseptor ekspansionisme China yang berjumlah 10 juta itu sudah lama mendominasi Indonesia. Mereka menguasai bisnis. Mereka menguasai mata rantai produksi dan distribusi. Mereka juga menjadi pemain utama ekspor-impor. Dominasi ekonomi itu membuat jutaan reseptor memiliki kesempatan untuk menguasai percaturan politik Indonesia. Mereka mampu mendikte para pemegang kuasa di semua cabang kekuasaan: eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Di bab ke-6 dengan judul “Tunduk Pada Mafia, Taipan, dan Cukong”, Prof Amien Rais menulis bahwa para penguasa negeri lebih fokus melayani para mafia, taipan dan cukong. Bahkan, kata penggerak Reformasi 1998 ini, mereka itu berlindung di atau dilindungi oleh kekuasaan. Dalam kenyataannya, tidaklah keliru ketika Pak Amien mengatakan bahwa mereka bisa mengendalikan para penguasa untuk meloloskan rencana jahat di banyak aspek kehidupan nasional.

Di poin sebelumnya, Bab 4, Pak Amien menguraikan tentang gaya otoriter yang sekarang diadopsi oleh Jokowi. Semua orang terperangah. Orang baik (good guy) bisa berubah menjadi “tangan besi”. Pak Amien menyebutnya dengan istilah “sosok populis yang bersubstansikan otoritarianisme”.

Tetapi, menurut Pak Amien, Jokowi menerapkan kekuasaan otoriter untuk membungkam rakyat. Untuk menumpas kritik dan protes. Sedangkan terhadap kelompok-kelompok yang dia perlukan, dia cenderung ramah atau protektif.

Yang sangat menarik adalah paparan di Bab 5 tentang pertumbuhan subur oligarki. Sekelompok elit, kata Pak Amien, pada hakekatnya memegang kekuasaan besar sampai-sampai bisa mengontrol dan mendiktekan kebijakan pemerintah. Kekuasaan otoriter adalah lahan subur oligarki. Sehingga, oligarki tidak lagi terbatas dalam jumlah kecil melainkan beranak-pinak menjadi ratusan orang. Mereka ini, menurut Pak Amien, sengaja ‘dipelihara’ oleh rezim untuk menstabilkan situasi politik.

Tak dapat disangkal uraian Pak Amien. Oligarki di Indonesia ini mengikuti teori piramida organisasional. Posisi-posisi puncak piramida oligarki ada di tangan beberapa penguasa kuat. Yaitu, kuat di pemerintahan dan kuat secara finansial. Namun, ada lagi lapisan oligarki di bawahnya yang diberi kesempatan untuk menikmati bayaran besar. Mereka itu jumlahnya, sesuai pelacakan sejumlah lembaga, mencapai lebih 350 orang yang memegang posisi-posisi penting di institusi bidang hankam. Oligarki kelas menengah ini ditempatkan di meja-meja basah ratusan BUMN.

Bagian yang paling menohok di dalam risalah enteng-entengan Pak Amien adalah Bab 1. Mantan Ketua MPR ini blak-blakan menyebut Jokowi sebagai pemecah belah bangsa. “Tak berlebihan bila dikatakan hasil pembangunan politik di masa Jokowi telah memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.” Pak Amien menyimpulkan, kecurigaan dan ketakutan Jokowi terhadap sikap kritis umat Islam sangat nyata terlihat.

Dia bagian yang menjelaskan tentang nepotisme yang selama ini dianggap tak akan mungkin dilakukan oleh Jokowi, Prof Amien Rais mengecam dukungan Jokowi dalam pencalonan anaknya di Pilkada Solo dan menantunya di Pilkada Medan. Keluarga presiden ikut pilkada memang tidak melanggar konstitusi. Tetapi, sangat jelas melanggar etika kepemimpinan, menurut Pak Amien.

Yang menjadi masalah ialah, Prof Amien Rais terlalu lama menyadari bahwa etika tidak lagi menjadi tuntunan. Sebab, kekuasaan terlalu gurih untuk diganggu oleh zat penetral yang disebut etika.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...