Oleh Sahlan Ake pada hari Minggu, 04 Okt 2020 - 17:57:11 WIB
Bagikan Berita ini :

RUU Kejaksaan, Pakar TPPU: Kalau Jaksa Jadi Penyidik-Penuntut, Siapa Pengawasnya?

tscom_news_photo_1601809031.jpg
Pakar hukum bidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar hukum bidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih mengkritik revisi Undang-Undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 yang bertindak sebagai fungsi penyelidikan dan penyidikan. Menurut dia, jaksa seperti menyimpan dendam dengan KPK yang diberi fungsi penyidik dan penuntut.

Sebetulnya, kata dia, pemisahan antara penyidik dan kejaksaan (penuntut umum) itu tujuannya untuk melakukan pengawasan (control). Misalnya, kalau penyelidikan dan penyidikan di kepolisian itu supaya bagus berkas perkaranya tetap dipisahkan di kejaksaan.

“Jadi ini kaya balas dendam gitu ya, KPK menyidik dan menuntut. Terus disini nanti, penuntut juga bisa menyidik,” kata Yenti kepada wartawan Minggu, (4/10/2020).

Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Maka dari itu, Yenti mempertanyakan bagaimana pengawasannya apabila penyidik dan penuntut jaksa dalam satu atap. Memang, KPK diberi wewenang sebagai penyidik dan penuntutan sehingga satu atap. Sekarang, kejaksaan harusnya penuntut tapi juga mau dapat penyidik.

“Padahal, filosofi awal untuk control yang mana masing-masing supaya bagus agar tidak abuse terhadap orang yang diperiksa. Abuse itu bukan hanya memperberat, tapi juga jangan-jangan memperingan,” jelas dia.

Oleh karena itu, Yenti menyarankan dikembalikan lagi ke fungsi masing-masing sebagaimana yang diatur dalam KUHAP. Sebab, kejaksaan adalah dominus litis yakni sebagai penuntut umum mutlak dalam KUHAP.

“Itu sudah cukup ya, artinya tidak usah serakah-serakahan. Dia (jaksa) sudah mutlak (penuntut umum), cuma dikurangi oleh penuntut di KPK,” ujarnya.

Apalagi, lanjut Yenti, sekarang juga sudah ada Rancangan KUHAP yang lagi dibahas antara pemerintah dengan DPR RI meskipun lagi ditunda sementara pembahasannya. Namun, Yenti mengatakan harusnya menunggu KUHAP yang baru dulu disahkan selanjutnya bahas RUU Kejaksaan.

“Kita kan sudah ada RKUHAP, sudah lama. Harusnya RKUHAP dijadikan dulu, disahkan dulu baru RUU Kejaksaan. Karena apapun nanti keputusan RUU Kejaksaan menjadi UU Kejaksaan, itu kalau sampai bertentangan dengan yang baru juga masalah. Sekarang saja dikhawatirkan bertentangan dengan KUHAP,” tandasnya.

tag: #jaksa-agung  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Lainnya
Berita

Di Akhir Periode Kepengurusan PIA DPR Tetap Jalankan Komitmen Berbagi Pada Sesama

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sebagai bentuk komitmen untuk selalu berbagi berkah, di bulan suci Ramadhan kali ini Persaudaraan Isteri Anggota (PIA) DPR RI tetap menggelar pemberian Paket sembako bagi ...
Berita

Buka Puasa Bersama Komunitas Morgan Sports Club, Ketua MPR RI Bamsoet Ajak Tingkatkan Solidaritas Kebangsaan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua MPR RI sekaligus Ketua Dewan Pembina komunitas otomotif mobil klasik asal Inggris Morgan Sports Car Club Indonesia (MSCCI) dan Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ...