JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Undangan Pemerintah Amerika Serikat kepada Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto menimbulkan berbagai spekulasi politik ditanah air. Pasalnya, undangan tersebut terjadi ditengah tensi politik global yang kian meninggi antara Amerika Serikat dengan China saat ini.
Menanggapi hal tersebut, Politikus PDIP Hendrawan Supratikno justru menganggap kunjungan Prabowo tersebut sebagai upaya memposisikan kepentingan Indonesia ditengah konstelasi politik global.
"Bagus. Membangun komunikasi dan saling pengertian dengan negara adidaya seperti AS, sangat penting untuk masa depan Indonesia," kata dia saat dihubungi wartawan, Kamis (15/10/2020).
Kendati demikian, Hendrawan tetap mengingatkan agar Indonesia pandai menavigasi diri dan bersikap dalam konstelasi dan format struktur kekuatan dunia masa depan.
"Kita tidak ingin terombang ambing dalam rivalitas kepentingan dan perburuan akumulasi sumberdaya global. Posisi kita harus jelas dan dimengerti oleh mitra-mitra strategis kita. Jangan sampai kita terjepit dan jadi mangsa empuk pergulatan super-power. Membangun aliansi lintas kepentingan ini (power-mix alliances) penting sekali," tandasnya.
Memang dalam relasi antar negara/kekuatan, kata dia, sering berlaku hukum besi yang dinyatakan filsuf Thucydides (450 tahun Sebelum Masehi), "The strong do what they can, and the weak suffer what they must".
"Jangan salah langkah karena nanti harus kita bayar dengan "penderitaan yang panjang"."
Dilain sisi, kata dia, tak dapat dipungkiri juga bahwa kunjungan PS sudah pasti akan menaikkan political standing-nya.
"(Tapi) wajar-wajar saja. Memang ada yang takut bila setelah dari AS, PS nyalon lagi?" ujarnya.
Adapun terkait kemungkinan adanya permintaan imbalan politik dari Amerika dibalik kunjungan Menhan Prabowo Subianto, Hendrawan tak menampik kemungkinan tersebut.
"Prinsip "take and give" berlaku dalam segala bidang. Namun dalam konteks hubungan antarnegara harus dilihat dalam horison jangka panjang. Menyeimbangkan kepentingan ekonomi, investasi, pertahanan, dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibangun. Prinsip "take and give" berlaku dlm segala bidang. Namun dlm konteks hubungan antarnegara harus dilihat dalam horison jangka panjang," tandasnya.
Yang penting, kata dia, apapun konteks kunjungan tersebut terpenting adalah tetap memegang prinsip politik luar negeri sebagaimana yang diamanatkan konstitusi.
"Pokoknya kita berpegang teguh pada amanat Pembukaan UUD NRI 1945. Menjaga netralitas dinamis sebagai negara bangsa. Komunikasi berbasis fakta (fact-base exposure) mengurangi kecurigaan semua pihak," tegasnya.