Oleh Sahlan Ake pada hari Sabtu, 07 Nov 2020 - 06:28:07 WIB
Bagikan Berita ini :

HNW Dukung Legislative Review Menyeluruh Terhadap UU Cipta Kerja

tscom_news_photo_1604705287.jpg
Hidayat Nur Wahid Wakil Ketua MPR (Sumber foto : Dokumen)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mendukung opsi “legislative review” terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dibuka oleh Pemerintah.

Upaya legislative review, Itu menurut Hidayat sejalan dengan prinsip NKRI sebagai Negara Pancasila, Negara Hukum dan Mengutamakan Kedaulatan Rakyat, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUDNRI 1945.

“Saya mengapresiasi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD, tidak menutup kemungkinan dilakukannya legislative review terhadap UU Ciptaker yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (6/11/2020).

Namun, karena permasalahan dalam UU Omnibus Law Ciptakerja tidak sekedar salah ketik, tapi berjalin berkelindan serta banyak aspeknya, mencakup berbagai hal dan ketentuan terkait UU Ciptakerja.

Langkah legislative review, merupakan salah satu opsi legal yang bisa dilakukan agar DPR dan Presiden dapat mengobati luka Rakyat, dengan memperbaiki secara mendasar berbagai hal terkait penyusunan, pengesahan dan sosialisasi UU Ciptaker.

Dari segi proses pembahasan, UU Ciptaker nampak tidak cermat dan diburu-buru target, draft final juga tidak diberikan kepada setiap fraksi pada pengambilan keputusan tingkat I dan tingkat II. Jadwal rapat paripurna persetujuan RUU Ciptakerja pun tiba-tiba dimajukan.

Bahkan sesudah diketok palu di rapat paripurna DPR RI (sekalipun ditolak oleh FPKS dan FPD) hingga diserahkan ke Pemerintah, masih terjadi perbaikan yang diakui oleh Jubir Presiden bidang Hukum, Dini Santi P, yang diklaim sebagai perbaikan administrasi dan bukan substantif, tapi ternyata berdampak dengan dihilangkannya secara sepihak Pasal 46 dengan 4 ayatnya.

Berbagai kesalahan baik “administratif” maupun substantif masih ditemukan dalam UU Ciptaker. Padahal UU tersebut sesudah diputuskan di rapat paripurna DPR, sudah disisir di Baleg DPR, dan juga di Setneg. Termasuk sesudah UU itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, dan dimuat dalam Lembaran Negara.

Beberapa pihak sudah mempublikasikan temuan sejumlah kesalahan pasal dalam UU Cipta Kerja. Misalnya, Pasal 6 yang menentukan untuk merujuk ke Pasal 5 ayat 1, padahal Pasal 5 tersebut tanpa ayat.

Lalu, Pasal 175 angka 6 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan, dimana ayat (5)-nya menyebut agar merujuk ke ayat (3), padahal seharusnya ke ayat (4). Selanjutnya, Pasal 50 angka 5 yang mengubah Pasal 36 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan lain sebagainya. Belum lagi temuan substansial terkait pasal-pasal yang menguntungkan investor dan atau merugikan para Buruh WNI, sebagaimana dilaporkan oleh INDEF.

Munculnya kesalahan sesudah ditandatangani Presiden Jokowi, diakui oleh Mensesneg Pratikno, sekalipun diklaim sebagai sekedar kesalahan administratif. Faktanya banyak juga yang substantif. Namun, apapun itu tetap bentuk cacat formal dan legal.

Apalagi sudah ada pihak yang ditangkap karena dianggap menyebar hoax terkait RUU Ciptaker. Atau petugas di Sekretariat Negara yang sudah diberi sanksi administratif karena dianggap lalai menyodorkan naskah yang diperlukan tandatangan Presiden, tapi ternyata masih banyak masalah. Karena itu seharusnya ada penarikan menyeluruh atas UU Ciptakerja itu.

Banyaknya kesalahan tersebut, kata Hidayat harusnya tidak terjadi dalam pembuatan UU yang memiliki daya ikat dan daya paksa kepada masyarakat luas. Apalagi Pemerintah menyampaikan bahwa RUU Omnibus Law Ciptakerja masuk kategori super prioritas, penuh niat baik, untuk sederhanakan perundangan dan hadirkan kepastian hukum. Tetapi dengan masih banyaknya masalah seperti, justru menggambarkan hal sebaliknya dari yang diklaim oleh Pemerintah.

“Legislative review, dengan menarik seluruh ketentuan Ciptakerja, oleh DPR dan Pemerintah, bisa menjadi sarana bagi Presiden dan DPR untuk memperbaiki kinerja dalam pembuatan UU, dan memperbaiki kesalahan dalam pembuatan UU Omnibus Law seperti Ciptakerja ini, agar tak lagi dilakukan dengan grusa-grusu dan ugal-ugalan, sehingga menghasilkan banyak masalah, serta penolakan dari Masyarakat luas," kata ia.

Karenanya, HNW berpendapat agar legislative review yang dibuka opsinya oleh pemerintah, diprioritaskan, dan bukan hanya merevisi kesalahan-kesalahan dalam UU Ciptakerja itu, melainkan secara total membuat RUU Pencabutan UU Ciptaker yang telah meresahkan Rakyat (utamanya kaum buruh), menghadirkan pembelahan Rakyat, dan memperoleh penolakan dari masyarakat secara luas dan berkelanjutan.

“Perlu ada keberanian dan kenegarawanan untuk mengambil langkah ini, guna mengakhiri kegelisahan dan kegaduhan Rakyat akibat disahkannya UU Ciptaker yang masih bermasalah itu, di tengah pandemi covid-19 yang Rakyat juga korbannya. Langkah itu juga dapat menyelamatkan kepercayaan Rakyat terhadap lembaga-lembaga negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif,” katanya.

tag: #mpr  #hidayat-nur-wahid  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement