Oleh Lia Sundah Suntoso, IDEAS-Indonesia Fellow, Pengacara Imigrasi di New York pada hari Sabtu, 09 Jan 2021 - 08:50:20 WIB
Bagikan Berita ini :

Harapan Kepada Menag: Pertahankan Visi Kebangsaan

tscom_news_photo_1610157020.jpg
Lia Sundah Suntoso, IDEAS-Indonesia Fellow, Pengacara Imigrasi di New York (Sumber foto : Ist)

Sebagai WNI di Amerika Serikat (AS), saya beruntung mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan langsung, pertempuran antara petahana Trump Vs Biden yang juga meninggalkan luka elektoral. Meski, secara fundamental, di AS akar dari isu yang dibahas sangat berbeda. Proses penorehan luka inilah yang patut dijadikan pelajaran.

Menurut Pew Research Center di Washington, D.C., beberapa isu yang menciptakan keterbelahan politik di dua kubu di AS antara lain, isu ekonomi (peringkat tertinggi), masalah kesehatan, kepemilikan senjata secara bebas, imigrasi, rasisme terhadap kulit berwarna, aborsi, dsbnya.

Sebaliknya, keterbelahan masyarakat Indonesia, hampir seluruhnya beputar pada politik identitas. Kartu ini memang terbukti efektif dimainkan.

Politik Identitas Vs Luka Elektoral

Tantangan terbesar, bagi pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia adalah, bagaimana cara untuk membumikan, sekaligus memisahkan kedua persoalan ini. Karena jelas, penyusupan informasi yang menggerus ideologi Pancasila, dan visi kebangsaan telah nyata terjadi.

Amat disayangkan, begitu hal ini dipertanyakan, begitu mudah bagi para elite untuk memberi label, bahwa para penggerus tersebut hanya penumpang gelap. Silent majority hanya bisa mengelus dada, antusias membaca sampul-sampul majalah yang seakan-akan menuduh ada pihak-pihak yang berkolusi dengan para penggerus ini, demi kekuasaan. Apapun keadaan sebenarnya, strategi penyerangan, atau penyusupan ideologis seperti ini tidak boleh dianggap enteng oleh Pemerintah, atas nama apapun ia bergerak. NKRI adalah taruhannya.

Pemerintah, seharusnya mengambil setiap kesempatan untuk mengingatkan kita semua pada Pancasila dan visi kebangsaan. Pemerintah, tidak boleh malu-malu untuk menempatkan kembali Pancasila dan UUD 1945 pada proporsinya. Terlepas dari kekurangan Orde Baru, harus kita akui pada masa-masa itulah Pancasila dan UUD 1945 disajikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pemerintahan Jokowi, tidak perlu takut dengan tuduhan, bahwa hal ini adalah sesuatu yang otoriter. Sebagai contoh, mengapa tidak, misalkan, bagi Pemerintah untuk meminta seluruh stasiun radio dan televisi memutar lagu Indonesia Raya setiap hari pukul 07:00 waktu setempat, untuk memulai siaran di seluruh Indonesia.

Banyak harapan yang tertumpu pada Gus Yaqut setelah ditunjuk menjadi Menteri Agama. Sesaat setelah dilantik, ia seakan-akan mengingatkan kita kembali, bahwa toleransi bukanlah hal yang baru di Indonesia. Bahwa kita adalah negara yang plural dan beragam, yang merupakan kekayaan kita sebagai bangsa.

Tindakan nyata beliau, adalah sebuah pesan langsung bahwa ini adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Dalam perjalanannya dari Gereja Blenduk di Semarang, ia masih meluangkan waktu untuk hadir secara daring pada perayaan Natal sederhana di Washington, D.C. Tindakan beliau, seharusnya menjadi acuan bagi seluruh jajaran menteri dan pejabat negara, bahwa, tidak ada toleransi bagi pemecah belah bangsa atau penggerus ideologi NKRI.

Tujuan akhir kita, adalah untuk mempertahankan kelangsungan NKRI untuk anak cucu kita. Visi kebangsaan, bukan hanya harus diteriakkan pada saat tahun Pemilu. Tapi, ia harus terus disajikan menjadi menu sehari-hari, hingga hal ini menjadi hal yang biasa. Bisa, karena biasa. Seperti pesan singkat Gus Yaqut pada saya, ""Kita bersama jaga Indonesia.""

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #menteri-agama  #gus-yaqut  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...