JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) mulai menyasar elite di PDIP. Salah satunya anggota Komisi II DPR Ihsan Yunus yang telah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (27/1/2021). Namun, Ihsan tidak datang.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Ihsan tidak hadir dalam pemanggilan perdana sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI. "Tidak hadir, rencana pemeriksaan akan dijadwalkan kembali karena surat panggilan belum diterima oleh saksi," ujar Ali kepada wartawan, Rabu (27/1/2021).
KPK beralasan Ihsan Yunus yang Rabu (27/1) ini dipanggil mengaku belum menerima surat panggilan pemeriksaan. "Rencana pemeriksaan akan dijadwalkan kembali karena surat panggilan belum diterima oleh saksi," ujar Ali kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Rabu (27/1).
Keterangan Ihsan sangat diperlukan oleh KPK karena posisinya di partai. Sebelum dirotasi ke Komisi II, Ihsan adalah Wakil Ketua Komisi VIII yang membidangi masalah sosial, perempuan dan anak, kebencanaan dan agama. Salah satu mitra kerja Komisi VIII adalah Kementerian Sosial yang ditunjuk menyalurkan bansos selama pandemi.
KPK juga sudah menggeledah orang tua Ihsan di Jalan Raya Hankam Cipayung, Jakarta Timur. Di hari yang sama, penyidik juga menggeledah rumah staf Ihsan di Perum Rose Garden, Jatikramat, Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat.
KPK juga telah memeriksa adik Ihsan yaitu Muhammad Rakyan Ikram, sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19, wilayah Jabodetabek.
Korupsi Brutal
Mantan juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi menyebut korupsi bantuan sosial yang diduga dilakukan politikus PDI Perjuangan Juliari Peter Batubara dan sejumlah pihak yang terlibat sebagai korupsi brutal. "Tidak ada yang lebih brutal di muka bumi selain korupsi ini," ujar Adhie Massardi di kanal YouTube Bravos Radio Indonesia.
Dikatakannya, uang bansos itu merupakan duit pinjaman dari luar negeri yang nanti harus dibayar oleh rakyat. "Kemudian alasannya kan untuk membantu orang-orang miskin itu, tetapi itu kemudian dirampok. Itu hal yang sangat tercela dalam pergaulan internasional," ujarnya.
Kedua, korupsi bansos ini dinilai di luar akal sehat karena dari sisi perencanaan sudah dikorupsi sekitar 10 - 15 persen. Hal ini terlihat dari sudah mengapungnya nama-nama anggota legislatif yang terlibat di publik.
Kemudian di pelaksanaan dikorupsi lagi, lantas jumlah penerima dari dana bansos di-mark up sehingga ini korupsi dalam korupsi. "Penemuan yang terbaru ini kan juga bansos untuk orang cacat atau difabel itu juga dikorupsi. Makanya susah kita menyebutnya, ini makhluk manusia apa bukan," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih itu.