Oleh Bachtiar pada hari Kamis, 11 Mar 2021 - 19:13:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Beroperasi dan Raup Keuntungan di Indonesia, DPR: Negara Berhak Atur Keberadaan Raksasa-raksasa Digital Dunia

tscom_news_photo_1615464833.jpg
Evita Nursanty Anggota Komisi VI DPR RI (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup banyak menjadi pangsa pasar potensial bagi perusahaan-perusahaan kelas dunia tak terkecuali perusahaan-perusahaan digital dunia.

Sebut saja misalnya, Google, Facebook, Twitter, Netflix dan seterusnya. Bagi mereka, Indonesia mungkin dianggap pasar yang banyak mendatangkan manfaat dari sisi ekonomi dan bisnis.

Namun dibalik itu semua pertanyaannya, sudah sejauh mana mereka (para OTT) memberikan kontribusi yang signifikan dari sisi ekonomi misalnya terhadap Indonesia yang notabenenya tempat mereka beroperasi dan mengais rejeki?

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty mendorong agar negara dalam hal ini Pemerintah mesti membuat regulasi yang memadai, terutama terkait soal pengaturan bagaimana para OTT itu harus memberikan manfaat ekonomis bagi negara Indonesia. Mengingat keuntungan yang mereka dapatkan juga terbilang tidak sedikit.

"Negara berhak untuk mengatur keberadaan OTT. Kenapa? Karena mereka mengambil manfaat secara ekonomi dan bisnis dari masyarakat kita. Karena mereka bisa mengontrol apa yang mereka anggap penting bagi masyarakat kita. (Selama ini mereka pegang kontrol) karena tanpa pengaturan yang kuat," tandas Anggota DPR RI dari FPDIP itu saat dihubungi wartawan, Rabu (10/03/2021).

Dalam menyikapi keberadaan para OTT, Indonesia, saran Evita bisa belajar pada negara-negara lain yang mampu mengontrol mereka tentunya dengan regulasi yang kuat dan merepresentasikan kepentingan bangsa dan negaranya.

"Kita lihat Uni Eropa itu kuat dalam membuat aturan, kemudian China juga jauh lebih ketat. Tak hanya ketat tapi mereka berhasil mengembangkan sisi industri digital mereka sehingga banyak perusahaan digital mereka yang sekarang unggul. Ini akibat investasi perusahaan mereka yang sangat kuat dalam bidang research and evelopment (R&D)," ungkap Evita.

Lalu pengaturan seperti apa yang mesti diterapkan Indonesia kepada para OTT tersebut, Evita menyarankan beberapa hal.

"Pertama, kita menuntut keadilan dari sisi ekonomi dan bisnis. Dia ambil banyak dari kita maka dia juga harus bayar banyak, dia ambil sedikit dia bayar sedikit, itu prinsipnya," tegas Evita.

"Dia (OTT) memberikan dalam bentuk pajak, dalam bentuk penguatan sumber daya manusia, dalam bentuk infrastruktur dan sebagainya," sambungnya.

Tak hanya itu, Evita juga menekankan agar para OTT juga dibebankan tanggung jawab secara rigid ketika produk atau layanan mereka bermasalah.

"Kemudian ada prinsip lain, jika dia membuat kerusakan maka dia harus bertanggungjawab atas kerusakan itu. Dia harus siapkan teknologi maupun SDM untuk mengatasi itu dengan cepat. Jangan diserahkan kepada kita menyelesaikan kerusakan yang mereka buat. Secara sederhananya seperti itu," tegasnya lagi.

Disinilah, kata Evita, peran semua stakeholders sangat dibutuhkan. Mereka harus bersuara jika mereka dirugikan atau ketika mendeteksi ada potensi kerugian mereka harus tegaskan.

"Saya lihat kita masih kurang kesadaran untuk melakukan protes kepada OTT yang merugikannya. Misalnya, kok berita-berita dari situs berita kita yang susah payah dihasilkan media begitu mudah diambil oleh OTT untuk disalurkan ke pelanggannya, apalagi mereka bisa menentukan mana berita yang pantas dibaca oleh masyarakat, kok mereka yang jadi penentu mana yang perlu dibaca mana yang tidak? Jadi disini kan media kita harusnya juga berbicara," tegasnya.

Di negara lain, Evita kembali mencontohkan, ketika OTT tidak fair dalam menjalankan praktek bisnisnya terhadap media-media lokal misalnya, negara tersebut dengan tegas merespon dengan membuat regulasi yang benar-benar mencerminkan kedaulatan bangsa dan negaranya.

"Kita dengar Australia bulan lalu sudah mewajibkan Google maupun Facebook untuk membayar melalui News Media Bargaining Code law.
Kita juga harus melakukan hal serupa tidak hanya terkait media tapi juga hal-hal lain. Ini harus diselesaikan komprehensif," tandasnya.

Evita menambahkan, negara mestinya menekankan para OTT untuk mau bekerjasama dengan perusahaan teknologi lokal karena akan memudahkan Pemerintah dalam hal kontrol ke depannya.

"Salah satunya dengan mewajibkan mereka bekerja sama dengan operator telekomunikasi dalam negeri.
Sehingga jaringan internet yang dibangun operator telekomunikasi tidak hanya menjadi pipa bagi mereka menyedot semua data dan keuntungan dari pengguna di Indonesia. Selain itu pemerintah dapat lebih mengawasi mereka melalui operator telekomunikasi yang highly regulated."

tag: #internet  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Berita

Fraksi PKS Sangat Kecewa AS Veto Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Oleh Sahlan Ake
pada hari Sabtu, 20 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini sangat kecewa dan menyesalkan sikap Amerika Serikat (AS) yang memveto draf resolusi untuk mengakui secara penuh keanggotaan Palestina di ...
Berita

TKN Akan Gelar Nobar Sidang Putusan Sengketa Pilpres

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran bakal menggelar acara nonton bareng sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2024. Acara itu akan digelar secara sederhana bersama ...