Oleh Rihad pada hari Kamis, 25 Mar 2021 - 07:45:13 WIB
Bagikan Berita ini :

KPK Cekal Beberapa Orang Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Pondok Rangon

tscom_news_photo_1616633113.jpg
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Ditjen Imigrasi mencegah sejumlah pihak untuk bepergian ke luar negeri. Pencekalan itu terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah yang dilakukan Pemprov DKI pada 2019 di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. "Dalam rangka percepatan penyelesaian penyidikan, KPK telah mengajukan permohonan kepada Dirjen Imigrasi untuk melarang sejumlah pihak yang terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi bepergian ke luar negeri," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/3).

Meski demikian, Fikri merahasiakan identitas pihak yang dimaksud. Dia hanya menjelaskan pencegahan bepergian ke luar negeri itu berlaku selama enam bulan. "Terhitung sejak 26 Februari 2021," kata Fikri. Dia menyebut pencekalan itu untuk memudahkan penyidik meminta keterangan kepada pihak terkait. Dalam kesempatan tersebut, pria yang berlatar belakang jaksa itu belum dapat menyampaikan secara perinci konstruksi perkara, ataupun pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tim penyidik masih melakukan sejumlah kegiatan untuk mengumpulkan bukti-bukti. "Pada waktunya nanti akan kami sampaikan konstruksi perkara secara lengkap pada saat setelah penyidikan cukup, dan upaya paksa penahanan terhadap para tersangka telah dilakukan," kata Ali Fikri.

Beberapa waktu lalu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan salinan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lahan itu diketahui menjadi objek kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Direktur Utama PD Pembangunan Sarana Jaya.

"Bersama ini disampaikan copy sertifikat Hak Guna Bangunan Lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung Jakarta Timur yang saat ini KPK sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi pembelian lahan tersebut oleh BUMD DKI Jakarta Perusahaan Daerah Sarana Jaya," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Jumat (19/3).

Boyamin menyatakan lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97, 98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada 31 Juli 2001, dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021.

Sertifikat itu, kata dia, tercatat atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektar.

"Bahwa lahan tersebut dimiliki oleh sebuah yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta, lahan yayasan hanya boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial," ujar dia.

Menurut Boyamin, seharusnya sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui bahwa lahan tersebut tidak bisa dibeli karena dimiliki oleh sebuah yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta.

"Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp200 Miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost," ucap dia.

Ia juga menyatakan bahwa HGB lahan itu akan habis di tahun 2021, dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apapun sesuai izin HGB. Hal itu, kata dia membuat HBG berpotensi tidak akan diperpanjang.

Atas dasar itu, ia menyebut seharusnya PD Sarana Jaya menunggu perpanjangan HGB untuk melakukan pembayaran.

"Dengan pembayaran sebelum HGB diperpanjang adalah bentuk pembayaran yang sia-sia dan berpotensi tidak akan memperoleh lahan tersebut," ucap dia.

Boyamin menjelaskan bahwa sebelum terbit HGB di tahun 2001, lahan tersebut berstatus Hak Pakai, yang dimaknai lahan milik pemerintah. Ketika lahan tersebut terlantar karena tidak didirikan bangunan, maka, kata dia, HGB berpotensi dicabut.

"Atau setidaknya perpanjangannya akan ditolak, sehingga pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma," ujar Boyamin.

Selain itu, ia menyampaikan, dengan rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yayasan, sehingga HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya.

"Pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara. Berdasar hal-hal tersebut, kami meminta segera diumumkan tersangka dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka," kaya Boyamin.

tag: #kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Berita

TKN Akan Gelar Nobar Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Oleh Sahlan Ake
pada hari Jumat, 19 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran bakal menggelar acara nonton bareng sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2024. Acara itu akan digelar secara sederhana bersama ...
Berita

Kemenhub Catat Arus Mudik-Balik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melaporkan pergerakan secara nasional angkutan arus mudik-balik Lebaran 2024 mencapai 242 juta orang. Kemenhub menilai pelaksanaan ...