JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Lima pimpinan KPK ternyata tidak hadir saat akan diperiksa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM ) terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Ketua KPK, Firli Bahuri dkk berhalangan untuk hadir dengan alasan ada rapat.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan, jika memang pimpinan KPK tak hadir maka pihaknya akan sulit mendapatkan informasi yang berimbang karena hanya keterangan dari pegawai KPK saja.
"Jadi yang akan dirugikan justru pihak KPK sendiri, karena berarti keterangan penyeimbang dari mereka kan tidak kita dapatkan," tutur Taufan di kantor Komnas HAM Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/6/2021).
Baca juga: KPK Tanya Hak Asasi yang Dilanggar, Komnas HAM: Itu Kami Mau Cross Check
Taufan menuturkan, pihaknya enggan disalahkan bilamana kedepannya kesimpulan yang dihasilkan Komnas HAM dirasa tak adil. Hal itu dikarenakan ada keterangan yang tak lengkap.
"Jangan salahkan kami nanti kalau misalnya ada kesimpulan yang kami keluarkan, karena memang dari pihak yang satunya lagi tidak memberikan keterangan," ungkapnya.
Dia pun tetap berharap para pimpinan KPK dapat menghadiri pemeriksaan dan memberikan keterangan sejelas mungkin. Menurut dia, datangnya Firli cs akan membuat polemik ini menemui titik terang.
"Maka harapan kami, datanglah berikan keterangan. Jadi enak semua kita bisa lihat, enggak ada yang terlalu menegangkan di sini biasa," katanya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan bahwa pimpinan dan sekjen KPK telah menerima surat dari Komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021 terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.
"Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021 Pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali dalam keterangan tertulis, Selasa.
Tindakan pimpinan KPK dinilai sebagai pelanggaran kode etik.
Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi mengatur, setiap insan KPK harus menunjukkan kerja sama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara lain.
"Ketidakhadiran pimpinan KPK menunjukan sikap tidak menghargai dan tidak mau bekerja sama dengan lembaga negara lain. Artinya itu merupakan pelanggaran kode etik dan contoh yang buruk sebagai lembaga negara," ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman, Selasa(8/6/2021).