JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (p) TB Hasanuddin angkat bicara perihal rencana Pemerintah memberikan status kewarganegaraan ganda kepada diaspora di sektor teknologi digital yang disampaikan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Hasanuddin ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
"Pemerintah harus memberikan penjelasan yang logis mengapa perlu diberikan status kewarganegaraan ganda, apalagi khusus bagi diaspora di sektor tertentu (teknologi digital, seperti yang diungkap oleh Menteri Luhut). Apa alasannya? Apa manfaatnya? Apakah hanya karena kebutuhan ekonomi semata? Atau atas dasar kemanusiaan ini lebih penting," ungkap Hasanuddin saat dikonfirmasi media, Rabu (1/5/2024).
Hasanuddin mengungkapkan, persoalan pemberian status kewarganegaraan ganda tidak bisa direduksi hanya karena untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Konsekuensi hukum dari status kewarganegaraan di Indonesia, kata dia, adalah perlindungan terhadap WNI, dan ini adalah Amanah konstitusi.
Artinya, imbuh Hasanuddin, Pemerintah harus siap memberikan pelindungan yang sama dan setara terhadap komunitas diaspora yang memiliki status kewarganegaraan ganda nantinya.
"Jika memang pemerintah serius memberikan status kewarganegaraan ganda, maka harus melakukan revisi terhadap UU Kewarganegaraan ganda yang ada dengan melibatkan DPR," ujarnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin juga menegaskan, bahwa ada larangan status kewarganegaraan ganda dalam peraturan perundangan-undangan.
Dasar hukumnya adalah UUD 1945 Pasal 26 yang berbunyi “warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.”
Kemudian, dalam Undang-Undang No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak mengakui adanya kewarganegaraan ganda. Hal ini diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 23 sebagai berikut.
Pasal 6 ayat 1, menyebutkan “Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Selanjutnya, Pasal 23 mengatur bahwa Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
"Jelas bahwa Pasal 23 menunjukkan bahwa, WNI hanya memiliki status kewarganegaraan tunggal saja," tandasnya.