JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Langkah DPR RI yang memfasilitasi siswa korban dugaan aksi bullying di SMA Binus Simprug mendapat apresiasi. Dengan menerima audiensi korban, Komisi III DPR dinilai berkomitmen untuk mengawal terciptanya keadilan pada kasus ini.
“Langkah DPR dalam melakukan audiensi langsung dengan korban dan mendesak kepolisian untuk melakukan investigasi menyeluruh merupakan tindakan yang patut diapresiasi. DPR memastikan komitmennya dalam mengawal keadilan,” kata Pengamat Komunikasi Politik, Silvanus Alvin, Rabu (18/9/2024).
Komisi III DPR RI menerima audiensi RE (16), korban dugaan perundungan di SMA Binus Simprug pada Selasa (17/9). Dalam audiensi tersebut, RE mengaku menerima bullying hingga kekerasan fisik dari awal masuk sekolah pada November 2023 dan mengakibatkan dirinya trauma sampai masuk ke rumah sakit.
Kepada Komisi III DPR, korban juga menyatakan mengalami kekerasan seksual. RE bahkan mengaku mendapat intimidasi dari para pelaku bullying, termasuk ancaman dari terduga pelaku yang mengaku sebagai anak ketua umum partai politik (parpol).
Yayasan Binus School Simprug yang turut hadir dalam audiensi dengan Komisi III DPR membantah ada pengeroyokan terhadap RE oleh sejumlah siswa. Pihak sekolah mengatakan dari hasil investigasi kejadian yang dilakukan pihaknya, kejadian itu disebut merupakan kesepakatan antarsiswa yang terlibat.
Atas perbedaan keterangan ini, Anggota Komisi III DPR RI Komisi III Gilang Dhielafararez yang mengikuti audiensi mendorong pihak kepolisian untuk mencari fakta sesungguhnya pada kasus dugaan bullying dengan kekerasan itu. Alvin mengatakan, permintaan Gilang agar Polisi netral dalam pengusutan kasus tersebut menjadi bukti DPR ingin memastikan keadilan terungkap.
"Desakan DPR terhadap kepolisian untuk melakukan investigasi yang transparan dan menyeluruh merupakan langkah penting dalam memastikan keadilan bagi korban bullying. Tindakan nyata ini menunjukkan komitmen DPR dalam melindungi hak-hak anak dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman," ujarnya.
Alvin juga sepakat dengan Komisi III DPR yang meminta pihak sekolah bertanggungjawab atas kasus ini karena dianggap tidak dapat memberikan pengawasan yang optimal terhadap para muridnya.
“Langkah DPR ini juga pasti ditanggapi positif oleh para orang tua, karena anak menghabiskan waktu yang cukup lama di sekolah, bisa 6-7 jam sehari. Jadi, sekolah memang harus jadi ruang yang aman bagi anak-anak itu sendiri," ungkap Alvin.
Master Media and Public Relations dari University of Leicester, Inggris itu pun menilai langkah DPR melakukan audiensi sudah tepat mengingat kasus ini semakin menyorot perhatian publik karena adanya perbedaan keterangan dari korban dan pihak sekolah. Maka, kata Alvin, peran DPR dalam kasus ini bisa sebagai ‘pengawal’ untuk memastikan keadilan didapatkan oleh pihak yang benar.
"Karena dari berita yang beredar ada oknum bullying yang mengaku anak dari petinggi institusi negara. Hal ini perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan keresahan di publik, seolah-olah kalau anak pejabat bisa semena-mena," ungkap Dosen Komunikasi tersebut.
Soal keterangan korban mengenai adanya pelaku yang merupakan anak ketum parpol telah dibantah pihak kepolisian. Saat audiensi Komisi III DPR, polisi juga menyatakan kasus dugaan bullying di SMA Binus Simprug telah naik ke tahap penyidikan dan memastikan dari hasil visum, korban mengalami memar seluas 3 sentimeter di pipi kiri serta terasa benjol dan nyeri di bagian kepala.
Alvin menyebut, upaya Komisi III DPR mengawal kasus ini untuk memastikan penanganan hukum dapat berjalan secara transparan. Komisi III DPR yang membindangi urusan penegakan hukum dinilai telah memainkan perannya, terutama pada fungsi pengawasan.
“Dengan DPR turut mengawal kasus ini, diharapkan penegak hukum dapat bekerja dengan optimal. Dan apabila terbukti terjadi tindak kekerasan, tentunya akan ada efek jera bagi pelaku dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa mendatang,” sebut Alvin.
“Atensi yang diberikan juga pasti berdampak pada sisi manajemen agar lebih mempersiapkan diri lagi untuk preventif pada bullying," sambungnya.
Di sisi lain, Alvin mengapresiasi langkah Komisi III DPR yang tetap melakukan audiensi dengan korban dugaan perundungan di sisa-sisa masa kerjanya. Seperti diketahui, masa kerja DPR periode 2019-2024 hanya tinggal menghitung hari karena anggota DPR periode selanjutnya akan dilantik pada awal Oktober mendatang.
"Catatan pentingnya adalah langkah-langkah ini dilakukan oleh DPR di masa akhir jabatan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen DPR terhadap perlindungan anak tidaklah sekadar retorika, tetapi merupakan tindakan nyata yang dilakukan secara konsisten," urai Alvin.
Penulis buku ‘Digitalisasi Politik: Refleksi dan Dinamika Komunikasi’ itu pun menilai DPR tetap menunjukkan komitmennya untuk berdiri paling depan dalam membela rakyat. Alvin menyebut, hal ini membuktikan bahwa dukungan DPR terutama dalam hal perlindungan anak bukan hanya retorika atau wacana semata.
“Langkah DPR yang kembali memfasilitasi korban dalam suatu kasus menunjukkan konsistensi dalam membela keadilan,” tukasnya.
Alvin menambahkan, DPR terus bekerja keras dalam memastikan bahwa kasus hukum ditangani dengan tuntas dan korban mendapatkan keadilan yang semestinya.
"Artinya, mereka berupaya meninggalkan catatan manis juga. Ke depan, kasus-kasus seperti ini, harus tetap diperhatikan dengan level atensi yang serupa. Jangan karena ada kasus viral, baru direspons," ujar Alvin.
Sebelumnya, Komisi III DPR menerima audiensi siswa inisial RE (16), korban dugaan perundungan (bullying) dan kekerasan fisik di SMA Binus Simprug, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Selasa kemarin, Anggota Komisi III Gilang Dhielafararez yang mengikuti audiensi itu meminta kepada kepolisian untuk mengusut dengan netral tanpa kepentingan apapun dalam kasus tersebut, apalagi ada perbedaan dari korban dan pihak sekolah.
“Transparansi dan integritas penegak hukum dalam penanganan kasus ini menjadi harapan banyak pihak. Penegak hukum punya tanggung jawab moral apalagi masalah perundungan di SMA Binus Simprug sudah menjadi perhatian masyarakat,” kata Gilang Dhielafararez, Rabu (18/9).
“Kami berharap pihak kepolisian melakukan investigasi menyeluruh dan menemukan fakta sesungguhnya karena banyak keterangan berbeda,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Gilang juga mendesak pihak sekolah memberikan pertanggungjawaban dalam kasus dugaan pidana anak ini. Ia menegaskan, pihak sekolah tidak bisa lepas tangan jika kekerasan terjadi di lingkungannya.
“Pihak sekolah harus mempertanggungjawabkan hal ini karena dugaan aksi bullying terjadi di bawah atapnya sendiri,” ujar Gilang.
Komisi III DPR pun menyoroti tingginya masalah bullying di sekolah, termasuk tidak sedikitnya yang berakhir hingga ke kasus pidana. Sebelumnya, kasus perundungan di Binus School juga sudah pernah terjadi yakni pada bulan Maret lalu, tepatnya di Binus School Serpong yang melibatkan anak dari artis Vincent Rompies.
Gilang berharap, kasus-kasus bullying yang sampai pada pidana hukum dapat diproses seadil-adilnya, tanpa melupakan hak-hak bagi korban dan pelaku anak.
"Saya harap penegak hukum dapat memberikan keadilan bagi korban, dengan menghukum pelaku jika bersalah sesuai aturan. Dan stakeholder terkait harus memberikan bantuan serta pendampingan kepada korban agar mereka dapat pulih dari trauma yang mereka alami," papar Gilang.
"Selain penegakan hukum, aspek pemulihan juga harus menjadi prioritas. Termasuk konseling bagi pelaku agar tidak mengulangi aksi bullying atau hal buruk lainnya,” tutupnya.