JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Keputusan Presiden Jokowi menghentikan langkah Komjen BG menuju kursi Kapolri memang menghentikan perseteruan KPK versus Polri. Namun sekaligus berpotensi mengalihkan konflik menjadi antara lembaga kepresidenan dengan parlemen.
"Pengumuman Presiden kemarin membuat DPR dalam posisi harus mengambil sikap dan keputusan berhadapan dengan presiden. Konflik beralih antara parlemen dengan lembaga kepresidenan," ujar Margarito Kamis, pakar hukum tata negara kepada TeropongSenayan, Kamis (19/2/2015) di Jakarta.
Margarito mengungkapkan saat Presiden Jokowi memilih Komjen BG menjadi Kapolri memicu konflik KPK dengan Polri. I Kini saat pilihan Presiden Jokowi beralih ke Komjen Badrodin Haiti yang dibuat repot adalah parlemen.
"DPR seperti dipaksa harus memilih mengikuti kemauan Presiden Jokowi," ujar Margarito. Kondisi ini besar kemungkinan akan memunculkan penolakan atau ketidaksukaan para anggota DPR karena harus menabrak UU MD3 maupun UU Kepolisian.
Apalagi sebelumnya DPR sudah mengikuti kemauan Presiden Jokowi yakni menyetujui Komjen BG menjadi Kapolri. Namun persetujuan ini justru dimentahkan kembali oleh Presiden Jokowi dengan mengajukan nama baru calon Kapolri.
Selain itu ada realitas politik yang bisa membuat perbedaan pandangan antara DPR dengan Presiden bisa meruncing. Sebab, sejak awal PDIP menginginkan Komjen BG menjadi Kapolri. Bahkan kini hubungan antara PDIP dengan Jokowi mulai tampak kurang harmonis.
"Dari sisi praktek ketatanegaraan ada potensi persoalan yang pelik terkait hubungan presiden dengan DPR," ujar Margarito. Dia mengungkapkan bukan tak mungkin akan terjadi UU yang ditabrak. Namun akan makin pelik jika DPR memilih memakzulkan presiden demi menjaga konstitusi.(ris)