JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018 tentang Formulairum Nasional tertanggal 19 Desember 2018 disebutkan terdapat dua jenis obat kanker yang dihilangkan.
Keputusan tersebut berisiobat yang menghambat pertumbuhan kanker (bevasizumab) yang tidak masuk dalam daftar obat yang ditanggung BPJS serta obat untuk pengobatan kanker usus besar/kolorektal (cetuximab) yang hanya masuk dalam peresapan maksimal enam siklus atau hingga terjadi efek samping yang tidak ditoleransi mana yang terjadi lebih dahulu. Keputusan tersebut efektif per 1 Maret 2019 mendatang.
"Keputusan Menkes ini berbasis hasil rekomendasi tim penilai yang berbasis pada efektifitas harga (cost effectivness) dengan membandingkan antara obat mahal dan obat generik yang sebenarnya memiliki manfaat yang sama," kata Okky di Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Mestinya, lanjut Okky, pemerintah memberi penjelasan secara komprehensif atas kebijakan tersebut.
"Saya melihat, Kemenkes kerap menyampaikan informasi yang sepotong-potong dan tidak komprhensif di publik. Akibatnya, persepsi negatif muncul dari informasi kebijakan yang tidak utuh tersebut," ujarnya.
Terkait dengan keputusan Menkes tersebut, ada kebiasaan yang kerap dikesampingkan oleh Menkes saat membuat kebijakan baru yakni mengenyampingkan uji publik serta pelibatan berbagai stakeholder.
"Ketiadaan uji publik dan kurangnya partisipasi publik dalam perumusan suatu kebijakan mengakibatkan protes dari publik. Imbasnya, peraturan tersebut alih-alih bermanfaat bagi publik, namun justru menjadi sumber tidak baiknya kinerja pemerintahan," jelasnya.
Politisi Nasdem ini meminta, please mendengarkan masukan dari stakeholder khususnya dari penyintas kanker terkait kebijakan tersebut.
"Masukan dan aspirasi yang muncul dari komunitas patut didengarkan untuk memastikan kebijakan pemerintah betul-betul dirasakan bermanfaat bagi publik," jelasnya. (Alf)