Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Rabu, 19 Jun 2019 - 11:34:01 WIB
Bagikan Berita ini :

Wajar Ragukan MK

tscom_news_photo_1560918841.jpg
9 Hakim MK (Sumber foto : Ist)

Sebagian publik meragukan kemauan dan kemampuan Mahkamah Konstitusi untuk dengan adil menegakkan hukum dalam sengketa Pilpres. Keraguan yang semestinya tak terjadi mengingat MK adalah lembaga amanat Konstitusi dan sengketa diperiksa oleh jumlah tim majelis yang beranggotakan banyak yakni 9 (sembilan) Hakim. Akan tetapi jaminan itu rupanya belum cukup karena MK bukan lembaga hukum murni. Khusus Pemilu, MK menjadi bagian dari proses politik. Sehingga konstelasi politik dapat memberi pengaruh.

Ada beberapa alasan yang wajar untuk meragukan kinerja MK meski Ketua MK Anwar Usman telah menyatakan MK independen dan "hanya takut pada Allah SWT".

Pertama, MK adalah lembaga hukum tata negara "satu satu" nya yang mengadili sengketa Pemilu. Peradilan "pertama" dan "terakhir" dengan Putusan bersifat "final". Tidak ada proses hukum yang mendahului dan tak ada upaya hukum lanjutan. Berbeda dengan perkara pengujian UU yang lebih "murni hukum" maka sengketa Pemilu lebih bernuansa politik. Sulit menjamin steril dari pengaruh politik.

Kedua, belum ada dalam sejarah sengketa hasil Pemilu Presiden Majelis mengabulkan gugatan. Hal ini menunjukkan betapi sulitnya pembuktian yang mampu membalikkan putusan KPU. Kontaineran alat bukti tidak mudah dipelajari dan dipertimbangkan. Apalagi alat bukti untuk mengalahkan mesti signifikan khususnya dalam perhitungan angka suara. Parameter senantiasa kuantitatif. Meski penggelembungan, selisih angka 17 juta spektakuler.

Ketiga, tafsir kebenaran hukum dari peradilan bisa luas. Sebagai contoh soal kecurangan yang bersifat "kualitatif" dapat saja ditafsirkan beragam. Semestinya kompetensi pemeriksaan jelas. Atau ketika tak ada pengaturan tegas itulah tantangan keberanian membuat interprestasi dan konstruksi hukum yang lebih maju dan adil. Sejauh mana MK siap membuat terobosan untuk sebuah "yurisprudensi" keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ?

Keempat, jumlah Hakim yang banyak lebih sulit membangun "musyawarah untuk mufakat" sangat mungkin berujung voting. Ruang "dissenting opinion" lebar. Jika lebih dari setengah Hakim "masuk angin" maka menghasilkan putusan tak obyektif yang merugikan salah satu fihak. Petahana selalu lebih kuat fasilitas dan pengaruhnya.

Kelima, tidak ada lembaga yang mengawasi Hakim MK. Komisi Yudisial (KY) tidak berwenang mengawasi Hakim MK dengan alasan Hakim MK bukan Hakim profesional sebagaimana Hakim Peradilan di bawah MA. Mahkamah Konstitusi menyatakan demikian sesuai dengan Putusan No 005/PUU-IV/2006. Tak ada sanksi perilaku Hakim kecuali jika terjerat kasus korupsi yang diperiksa KPK.

MK harus bekerja keras untuk membuktikan bahwa keraguan tersebut tak perlu dan keliru. Ada sesuatu yang berbeda dengan Tim Sembilan yang sekarang ini. Ketuanya meski berfose didepan mobil mewah namun siap menyerap aspirasi rakyat. Tim nya kuat. Menghormati ayat-ayat serta menjaga harkat dan martabat. Menghukum pemain politik yang jahat. Mengganti Presiden yang tak peduli pada urusan umat. Ketukan palunya bermashlahat bagi seluruh rakyat.
Di tengah keraguan masih ada secercah harapan. Untuk kebaikan bangsa di masa depan. Semoga saja.

Bandung, 18 Juni 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #mahkamah-konstitusi  #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...