Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Selasa, 25 Jun 2019 - 13:20:30 WIB
Bagikan Berita ini :

Diskriminasi

tscom_news_photo_1561443630.jpg
Jokowi Vs Prabowo (Sumber foto : Ist)

Ketika Presiden berkompetisi menjadi Capres Pemilu 2019 ia tidak berhenti dari statusnya sebagai Presiden. Sementara Gubernur dan Bupati/Walikota yang maju berkompetisi kembali harus menanggalkan statusnya sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota. Inilah yang disebut diskriminasi. Meski ditafsir dengan "tidak bertentangan dengan aturan" akan tetapi posisi Presiden yang bertarung tanpa melepaskan jabatannya adalah kompetisi yang tak berimbang atau tidak adil. Diskriminasi ditentang karena faktor ketidakadilan. Kini ternyata semakin terbukti bahwa memang indikasi ketidakadilan bahkan kecurangan itu terjadi. Persidangan MK membuka banyak borok dari status kompetisi diskriminatif tersebut.

Dalam berita di media terungkap ucapan seorang Gubernur yang menyatakan bahwa aparat tidak harus netral. "Buat apa netral" katanya sambil mengarahkan untuk memihak pada salah satu pasangan. Hal tersebut disampaikan dalam Training Of the Trainers saksi pasangan Nol Satu. Gubernur tentu mengelak melanggar hukum, akan tetapi ia tak bisa mengelak telah berbuat diskriminatif. Tidak netral. Lagi lagi persidangan MK membuka fakta ketidakadilan atau kecurangan ini.
Belum lagi viral medsos video Bupati yang mengomando aparat di bawahnya untuk berpihak pada pasangan Nol Satu.

Tindakan Presiden, Gubernur, atau Bupati yang dikualifikasikan diskriminatif seperti ini mencoreng karakter kepemimpinannya. Sekaligus menggambarkan tumbuh berkembangnya budaya "tak tahu malu" di kalangan pemimpin kita saat ini. Terjadi krisis mental penguasa di rezim yang rajin berkampanye tentang "revolusi mental".
Pembangunan infrastruktur yang gencar tak ada artinya jika tak dibarengi dengan pembangunan kultur. Diskriminasi sosial, politik dan hukum karena faktor uang dan kedudukan menyebabkan bangsa ini semakin terpuruk di lembah krisis.

Diskriminasi bukan saja kaitan ras dan etnis tetapi juga soal status sosial. Ini sering dilupakan. Surat 4:135 yang dibacakan akhir oleh Tim Hukum Pasangan Prabowo Sandi, dikutip awal oleh Tim Hukum Pasangan Jokowi Ma"ruf, terpampang di pintu masuk Mahkamah Konstitusi, dan tertulis di dinding Harvard University itu sebenarnya berbicara ketidakadilan dengan dasar status sosial ini.
Kuat atau lemah, pejabat atau rakyat, kaya atau miskin.

Diskriminasi adalah penyalahgunaan jabatan dan permainan uang yang membawa konflik dan kehancuran.
Diskriminasi adalah ketidakadilan berbasis hawa nafsu yang menyebabkan penyimpangan sosial, ekonomi, hukum dan politik.
Diskriminasi adalah manipulasi Konstitusi untuk sekedar legitimasi.

Kita sedang menunggu apakah Majelis Konstitusi itu berpihak pada kebenaran atau kalah oleh uang dan jabatan ? Penegak keadilan atau lembaga yang juga tak berdaya melawan politik diskriminasi ?
Ataukah memang MK juga adalah kekuatan dari diskriminasi itu ?

Bandung, 25 Juni 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pilpres-2019  #mahkamah-konstitusi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...