JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengajakelit politik tak hanya berbicara tentang kekuasaan semata. Menurut Bamsoet, masih banyak hal lain yang perlu dibahas.
Beberapa diantaranya, seperti masalah kesenjangan dan kemiskinan, kemandirian pangan dan energi, defisit anggaran, daya saing serta investasi.
"Selain itu, persoalan serius yangsaat ini perlu mendapatkan perhatian semua pihak adalah ancaman terhadap ideologi Pancasila. Seperti maraknya paham khilafah, radikamisme dan intoleransi," kata Bamsoet di acara Rapimnas II Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), di Jakarta, Minggu (28/07/19).
"SOKSI harus menjadi garda terdepan melawan semua ideologi yang bertentangan dengan Pancasila serta mengawal program pemerintahan Presiden Jokowi - Ma"ruf Amin usai dilantik hingga tahun 2024 mendatang," imbuhnya.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini mengapresiasi rangkaian pertemuan Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto, yang dilanjutkan pertemuan Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri.
Di sisi lain, ada pula pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebelumnya, ada pertemuan para Ketua Umum partai politik Koalisi Indonesia Kerja minus PDI-Perjuangan.
Menurutnya, berbagai pertemuan tersebut adalah bagian dari silaturahmi yang harus diapresiasi. Tidak perlu disikapi berlebihan apalagi sampai menimbulkan spekulasi yang bermacam-macam. Berbagai pertemuan justru menandakan elite politik kita tidak pernah menutup diri.
"Sekeras apapun persaingan politik harus tetap dalam koridor hukum dan etika politik berdasarkan ideologi Pancasila. Berbagai pertemuan tersebut juga menunjukan sifat kenegarawanan para elite politik kita," ucapnya.
Bamsoet menjelaskan, bahwa banyak pihak menduga berbagai pertemuan tersebut pertanda Partai Gerindra akan masuk dalam koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Bagi Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini, dalam konteks membangun kebersamaan dan persatuan bangsa, memperluas koalisi adalah hal yang bagus.
"Apalagi Pak Prabowo dengan jelas mengatakan siap bersedia jika diminta membantu membangun bangsa dan negara. Apakah akan masuk dalam koalisi atau membantu dari luar pemerintahan, itu hanya masalah teknis semata. Terpenting semangat kebersamaannya sudah ada. Masyarakat di akar rumput juga harus kembali membangun kebersamaan demi kelacararan pembangunan di masing-masing daerahnya," jelas dia.
Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menilai, jika Partai Gerindra jadi masuk dalam kabinet Pemerintahan Presiden Jokowi, tak akan terlalu mengganggu komposisi susunan menteri dalam kabinet. Karena kebijakan penentuan menteri adalah hak prerogatif presiden.
"Persaingan justru akan berada di posisi Ketua MPR RI. PDI-Perjuangan akan menempati kursi Ketua DPR RI. Sebagai partai dengan jumlah anggota DPR RI terbanyak kedua, Partai Golkar layak menduduki kursi Ketua MPR RI. Namun PDI-Perjuangan, PKB, dan bahkan Partai Gerindra juga memiliki niat yang sama. Disinilah seni berpolitik dari pimpinan partai politik akan sangat menentukan," paparnya.
Lebih lanjut, untuk meredakan suhu politik di internal partai koalisi, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menyarankan Presiden Jokowi, bisa turun tangan. Dengan pengalaman dan kebijaksanaannya, Presiden Jokowi bisa mengayomi anggota koalisi agar tetap solid berada dalam satu barisan, tanpa perlu meributkan jabatan Ketua MPR RI ataupun lainnya.
"Banyak partai politik yag mengicar Kursi Ketua MPR RI, karena selain menunjukan kewibawaan partai yang bersangkutan, juga terkait keinginan untuk melakukan amandemen menghidupkan kembali haluan negara semacam Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Terlepas dari berbagai hal itu, seperti apa wajah koalisi kedepan, yang pasti untuk kepentingan pembangunan demokrasi yang sehat, keberadaan oposisi tetap penting. Sehingga bisa menjaga tegaknya check and balances antara pemerintah dengan parlemen," tutupnya. (Alf)