Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Sabtu, 17 Agu 2019 - 18:06:49 WIB
Bagikan Berita ini :
Banyak Pasal Belum Pas

Pakar Hukum Tata Negara Minta RUU Kamtansiber Dikaji Lagi

tscom_news_photo_1566040009.jpeg
Keamanan siber (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Pakar hukum tata negara Universitas Udayana Jimmy Zeravianus Usfunan menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengkaji kembali RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber).

Menurutya, RUU itu belum bisa disahkan jika masih terdapat pasal-pasal yang menimbulkan polemik di masyarakat dan juga berpotensi tumpang tindih dengan aturan lain.

“RUU yang masih menimbulkan polemik perlu dikaji secara mendalam agar singkron dengan kebijakan lain. Jangan terkesan membuat satu RUU dengan hanya dikejar-kejar waktu, tapi substansinya tidak sesuai kebutuhan,” ujar Jimmy saat dihubungi, Sabtu (17/8/2019).

Jimmy menuturkan sebuah RUU tidak boleh lepas dari peran serta masyarakat. Ia meminta DPR tidak boleh sepihak untuk mengesahkan RUU yang diinisiasinya.

Tak hanya itu, dia mengingatkan DPR tidak sekedar melakukan formalitas dalam rangka melibatkan masyarakat dalam merumuskan UU.

“Kalau seandainya masyarakat, lalu kemudian akademisi melihat masih banyak hal-hal yang belum pas di dalam satu RUU ini, mau tidak mau harus diikuti,” sebut Jimmy.

Jimmy juga mengingatkan DPR untuk melaksanakan pesan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Jumat 16 Agustus lalu.

Dalam pidatonya, Jokowi berharap DPR dan pemerintah bekerjasama mereformasi Undang-Undang (UU) yang menghambat atau mempersulit masyarakat. Jokowi tidak ingin ada UU yang tumpang-tindih sehingga menghambat kemajuan Indonesia. Kata Jokowi, UU yang menyulitkan rakyat harus dibongkar.

Menurut Jimmy, bila RUU Kamtansiber tetap dipaksakan untuk disahkan, akan terjadi keributan antar kementerian/lembaga atau aparat penegak hukum, karena tumpang tindih aturan itu.

“Inilah yang kita di satu sisi ingin efektifitas pemerintahan tapi di satu sisi keadaan ketidaksingkronan aturan membuat tidak efektif,” terangnya.

“Jadi kalau ada polemik perlu ada kajian mendalam dari semua pihak," tambahnya lagi.

Solusi untuk mengatasi tumpang tindih itu, kata Jimmy adalah membentuk pusat legislasi nasional. Ia menilai langkah itu itu bisa meniadakan tafsiran parsial terhadap UU atau kebijakan yang selama ini tumpang tindih.

“Kalau tidak sinkron, UU yang nanti disahkan tidak bisa dijalankan,” jelasnya.

Sebelumnya. Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja sebelumnya mendesak DPR menunda pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Ardi mengatakan tidak ada urgensi yang membuat RUU tersebut harus disahkan segera.

Masih menurut Ardi, tidak ada kegentingan atau kegawatan nasional hingga RUU itu segera disahkan.

Untuk itu, Ardi menyebut RUU tersebut hanya merefleksikan kondisi yang mungkin terjadi pada tahun 2013-2014 sebagimana yang ada di dalam draft RUU. Padahal, saat ini ancaman sudah berbeda dengan ketika RUU itu dirancang. (ahm)

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Berita Lainnya
Berita

Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Bank DKI kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan terbaik kepada nasabah khususnya dalam layanan digital. Melalui kerja sama dengan PT Jalin Pembayaran ...
Berita

DPR Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi UU

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-14, di ...