Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Senin, 09 Sep 2019 - 13:58:56 WIB
Bagikan Berita ini :

Akhir Yang Menyesatkan

tscom_news_photo_1568012336.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Akhir masa jabatan Jokowi penuh dengan fenomena kabur, menjilat, dan menyesatkan.

Seolah olah terjadi perlombaan dari gerakan "mumpungisme" di momen ujung periode.
Target beragam ada yang berharap "apa yang bisa didapat" dan ada pula yang berinvestasi untuk memanjangkan jabatan. Adapula yang mencari aman dan perlindungan.

Diawali Menkominfo yang menawarkan bisnis umroh dengan menggaet dua unicorn. Traveloka dan Tokopedia perusahaan swasta dipromosikan dalam MOU dengan pemerintah Saudi Arabia. Rakyat merasa ini adalah proposal siapa tahu terpakai sebagai modal perpanjangan jabatan. Menteri Keuangan menunjukkan prestasi "menjilat" dengan kemampuan menaikan tarif BPJS bersanksi sadis pada penunggak. Menteri Tenaga Kerja membuat Kepmenaker untuk membuka kran masuk seluas luasnya bagi tenaga kerja asing (Cina). Mendag bisa jualan Esemka "impor" sebagai produk kebanggaan Presiden. Walau sebenarnya harus memanipulasi produk.

Nah Presiden pun mengajukan proposal pemindahan Ibukota untuk investasi jor joran kelak. Konon untuk perpanjangan masa jabatan yang diusulkan hingga 8 tahun. Hal ini bisa dikaitkan dengan rencana pembangunan ibukota yang tentu memakan waktu.

DPR tak ketinggalan diakhir periode memaksakan membahas RUU Pertanahan yang dicurigai untuk memfasilitasi ibukota baru. Bekerjakeras menunjukkan prestasi membuat UU "pembunuhan" KPK. RUU P-KS juga dinilai sebagai modus penyesatan untuk melindungi zina dan LGBT. RUU KUHP yang juga ditarget cepat karena mengandung delik "tendensius" Penghinaan Presiden. Masyarakat membaca delik ini dimaksudkan untuk membungkam kritik.

Sesungguhnya semua kebijakan itu tidak menguntungkan rakyat. Sebab yang terasa justru menyesakkan nafas. Ini yang disebut akhir yang buruk (su"ul khotimah). Diakhir jabatan itu seharusnya membuat gebrakan yang membahagiakan "happy ending". Tapi begitulah jika memang orientasinya bukan pada kepentingan rakyat melainkan kepentingan diri, instansi dan golongan maka sudah pasti urusan kegembiraan rakyat akan dikesampingkan. Tak peduli pada kesulitan dan penderitaan rakyat.

Jika akhir dari perjalanan itu menyesatkan maka agar tak tambah tersesat baiknya akhiri saja perjalanan. Ada mekanisme untuk itu. Kita berkonsesus untuk meluruskan kembali arah perjalanan bangsa.
Pancasila dan UUD 1945 menjadi landasan bagi pelurusan kembali arah perjalanan bangsa tersebut.

Bandung, 9 September 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...