Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Sabtu, 21 Sep 2019 - 15:56:34 WIB
Bagikan Berita ini :

Walhi: Kejar Pihak yang Paling Diuntungkan dari Karhutla

tscom_news_photo_1569056194.jpeg
Ilustrasi (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah mengejar pihak atau orang-orang yang paling menikmati keuntungan dari peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ia menilai karhutla sekarang ini terjadi karena adanya upaya mendapatkan keuntungan finansial.

Juru Kampanye Walhi Zenzi Suhadi mengatakan, kebakaran hutan sudah ada di Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Namun, perbedaan mencolok pada era sekarang ialah kerentanan risiko gambut. Perbedaan lainnya, yakni skala dan motifnya yang berbeda.

Pada zaman dahulu, ia mengatakan, kebakaran hutan karena masyarakat lebih beradaptasi dan menjaga norma-normal lingkungan, bukan lantaran mengedepankan aspek keuntungan finansial seperti yang dilakukan para korporasi sekarang ini. Untuk itu, ia mengatakan, tidak tepat kalau pemerintah menuduh masyarakat peladang.

"Salah sasaran. Sekarang ladang sudah musim panen, nggak mungkin mereka melakukan pembakaran. Kejar orang-orang yang paling menikmati keuntungan dengan adanya kejadian ini," kata dia dalam acara "Karhutla: Kebakaran Hutan Lagi?" di Cikini, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).

Zenzi berpandangan, karhutla tak lepas dari belum maksimalnya proses penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan.

"Proses penegakan hukum selama ini terhadap pelaku kejahatan belum efektif karena ada beberapa hal, mulai regulasi dan perbedaan modus operandi para pelaku yang mengubah cara (membakar hutan)," kata Zenzi.

Zenzi menilai, lembeknya penegakan hukum tidak menimbulkan efek jera sehingga membuat kejadian pembakaran hutan dan lahan terus berlangsung setiap tahunnya.

"Kita punya kelemahan karena masih memberi ruang dan tidak beri efek jera langsung ke korporasi, itu menjadi alasan kenapa pelaku pada 2015 masih melakukan lagi sekarang," sambung Zenzi.

Walhi, lanjut Zenzi, juga mendorong pemerintah menetapkan status darurat pencemaran udara, bukan bencana nasional. Apabila ditetapkan sebagai bencana nasional, seluruh biaya penanggulangan akan ditanggung negara.

Hal ini berbeda dengan status darurat pencemaran udara, dimana korporasi yang terlibat dalam pencemaran udara lewat karhutla diwajibkan menanggung seluruh biaya penanggulangan.

"Ada kecenderungan pemerintah mensubsidi pada pelaku kejahatan lingkungan dengan menanggung beban penanggulangan dan beban ekonomi," ucap Zenzi.(plt)

tag: #kebakaran-hutan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Berita Lainnya
Berita

Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Bank DKI kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan terbaik kepada nasabah khususnya dalam layanan digital. Melalui kerja sama dengan PT Jalin Pembayaran ...
Berita

DPR Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi UU

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-14, di ...